Selepas
kuliah S1 di tahun 1996 aku mulai menyadari bahwa diriku buta warna. Dengan
istilah kedokteran mereka menyebutku buta warna partial. Kesadaran ini
mengakhiri perdebatan kenapa aku sering berdebat tentang warna, kenapa aku
gagal memakai baju serasi dan beberapa hal lain yang bisa ditangkap manusia
normal.
Aku juga menyadari bahwa ada beberapa hal berbeda
tentang kemampuan melihatku dibanding dengan orang lain. Seperti aku menunjuk
bunglon dipohon dalam jarak beberapa meter, sementara teman normalku mengalami
kesulitan menemukan mahluk yang aku tunjuk. Atau ketika ngebut di tepi pantai,
aku bisa melihat dengan jelas tentara berkamlufase sedang berteriap di
sepanjang pantai, sementara teman yang lain menabrak beberapa tentara yang
sedang berlatih itu.
Ternyata
orang buta warna juga memiliki kelebihan dibanding dengan kelompok normal. Aku bisa
mencampur warna sesuai dengan yang orang normal inginkan, meski aku berpersepsi
berbeda dengan penyebutan warna. Seperti warna kulit manusia, aku mencampur
cukup baik seperti layaknya orang normal.
Aku
sadar, aku buta warna, aku harus berusah lebih keras untuk menemukan composisi
yang sesuai untuk mendapatkan hasil terbaik.
Menurtu Wikipedia, Buta
warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap
suatu spektrum warna tertentu
yang disebabkan oleh faktor genetis.
Buta warna merupakan kelainan genetika yang
diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelainan ini
sering juga disebut sex linked, karena
kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta
warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki-laki dan perempuan.
Seorang perempuan terdapat istilah 'pembawa sifat', hal ini menujukkan ada satu
kromosom X yang membawa sifat buta warna. Perempuan dengan pembawa sifat,
secara fisik tidak mengalami kelainan buta warna sebagaimana wanita normal pada
umumnya, tetapi wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor buta
warna kepada anaknya kelak. Apabila pada kedua kromosom X mengandung faktor
buta warna maka seorang wanita tersebut menderita buta warna.
Katanya ini gambar perahu. Saya belum bisa menangkapnya.
Warna adalah kesepakatan. Dimana orang banyak dengan
kemampuan panca inderanya mengelompokan warna sesuai kesepakatan mayoritas.
Kesepakatan ini tidak berlaku bagi mereka yang diluar kelompok mayoritas.
Diluar kesepakatan mayoritas itu disebut tidak normal (berbeda).
Tahukah anda, bahwa orang eskimo memiliki kemampuan
membedakan warna putih jauh lebih banyak dari kebanyakan manusia normal?
Kemampuan membedakan warna bagi orang Eskimo berarti adalah hidup dan mati.
Mereka harus mampu membedakan warna es, air, salju, awan dan beruang kutub.
Bisa anda bayangkan andaikata mereka duduk ditumpukan salju yang sesungguhnya
adalah beruang kutub.
Menurutku, secara alamiah, seseorang akan menutupi kelemahannya dengan keunggulan lain. Seperti seorang buta, biasanya memiliki kemampuan merasa lebih peka dibanding orang normal.
Seseorang dengan kaki lumpuh memiliki kemampuan
tangan lebih kuat dibandingkan mereka yang normal.
Demikian
pula orang buta warna, wajar saja kalau mereka memiliki kelebihan penangkapan warna
lain dibanding orang normal.
Secara
religious kita memandang ini sebagai keadilan Tuhan. Secara alamiah mungkin
kita bisa katakan kemampuan beradabtasi atau kemampuan bertahan hidup.
Jadi
bagi mereka yang memilik kelainan buta warna. Itu sekedar kelainan, bukan
kekurangan. Anda tetap memiliki kelebihan lain dibanding mereka yang tidak buta
warna.
Ketika
anda menyadari anda berbeda dengan orang lain, anda memiliki kesempatan lebih
awal untuk berbenah tentang bagaimana menyusun masa depan anda. Mungkin anda
tidak bisa menjadi seorang tentara, tukang listrik atau penjahit baju tetapi
kesempatan terbuka lebar untuk menjadi milyuner atau profesi lain yang anda
inginkan.
Selamat
berjuang para buta warna. Anda hanya berbeda, bukan lemah…..
No comments:
Post a Comment