Saturday, January 31, 2015

Sayap-sayap Belas Kasih

Kita bekerja keras untuk mendapatkan banyak rejeki. Kita beli rumah, mobil dan sesekali pergi ke rumah makan mewah. Kita masukan anak-anak kesekolah mahal. Akhirnya ketika semua gagal membahagiakan keluarga kita. Ketika senja menjelang kita sadari mereka tidak membutuhkan semua itu. Mereka hanya butuh kebersamaan.


Jika belas kasih dibayangkan sebagai seekor merpati yang anggun, kebijaksanaan adalah bagaikan sayap-sayapnya. Belas kasih tanpa kebijaksanaan tak akan dapat tinggal landas.

Suatu hari, seorang anggota pramuka ingin menunjukkan perbuatan baiknya pada hari itu dengan membantu menyeberangkan seorang nenek di jalanan yang ramai. Masalahnya, si nenek sebenarnya tak ingin menyeberang, tetapi dia merasa sungkan memberitahukan hal itu kepada si anak pramuka.
Cerita tersebut, sayangnya, menggambarkan ada terlalu banyak hal yang terjadi di dunia atas nama belas kasih. Kita kelewat sering mengira bahwa kita tahu apa yang dibutuhkan oleh orang lain.
Seorang pemuda, yang terlahir tuli, tengah mengunjungi dokter untuk pemeriksaan rutin dengan ditemani oleh kedua orang tuanya. Dengan bersemangat sang dokter memberitahu orang tua si pemuda mengenai suatu prosedur pengobatan terbaru yang baru-baru ini dibacanya dari sebuah jurnal kedokteran. Sepuluh persen dari orang-orang yang terlahir tuli dapat dipulihkan kembali pendengarannya melalui sebuah operasi sederhana dan tidak mahal. Sang dokter bertanya kepada orang tua si pemuda apakah mereka ingin mencobanya. Orang tua si pemuda dengan segera mengiyakan.
Pemuda itu adalah salah satu dari sepuluh persen orang-orang tuli yang dapat dipulihkan kembali pendengarannya, namun dia malah menjadi sangat marah dan jengkel kepada kedua orang tua dan dokternya. Dia tidak mengetahui apa yang mereka rembukkan saat pemeriksaan rutinnya. Tak seorang pun yang menanyakan kepadanya apakah dia ingin bisa mendengar. Sekarang dia mengeluh karena dia harus menahan siksaan suara-suara ribut yang terus menerus, yang mana hanya sedikit saja yang dia pahami. Sebenarnya dia memang tidak pernah ingin dipulihkan pendengarannya.
Kedua orang tuanya, dokter, dan saya sendiri, sebelum membaca cerita ini, beranggapan bahwa setiap orang pasti ingin dapat mendengar. Kita pikir kita selalu tahu apa yang terbaik. Belas kasih yang mengandung asumsi seperti itu sungguh tolol dan berbahaya. Itu menyebabkan begitu banyak penderitaan di dunia.
***
Sumber: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya (Ajahn Brahm) cerita 59.

Saturday, January 24, 2015

JAKET LUSUHKU

Buang saja dan hiduplah dalam kemuliaan.

Aku memiliki suatu hoby unik, duduk di pinggir trotoar sambil merokok. Menghitung mobil dari kanan atau kiri atau sekedar menikmati suasana.
Hobby ini menurut beberapa orang kurang baik. Seorang atasanku pernah menegurku soal masalah ini.
Suatu hari sehabis makan malam dirumah makan kelas atas di Jakarta untuk suatu acara kantor. Sambil menunggu yang lain selesai, aku duduk di trotoar sambil merokok. Tiba-tiba datang direkturku dan menegurku.
Aku kurang ingat redaksinya tapi kira-kira seperti ini "Kamu itu seorang manager, berbuat dan bersikaplah seperti layaknya seorang manager." Aku segera berdiri tanpa membantah pernyataan atasanku.
Ketika teguran itu diberikan, aku tidak sepenuhnya sadar kesalahanku. Beberapa tahun kemudian baru aku menyadari memang aku salah. Tidak semestinya berlaku seperti itu.
Bakat dari kecil
Gedenya

Aku kehilangan duah buah jaket coklat. Setelah mencari kesana kemari, istri bilang bahwa jaket itu telah dia buang.
Aku sedih sekali mendengar informasi itu.
Meskipun sudah lusuh, kumal dan ada banyak tambalan disana sini, aku amat menyukainya. Dengan jaket itu aku merasa nyaman. Melakukan hobyku duduk di pinggir trotoar sambil merokok atau sekedar nongkrong dengan tukang parkir atau gembel manapun. Dengan jaket itu aku merasa dijembatani. Merasa bisa diterima.
Dalam kesedihan itu istriku mendekatiku dan menasehatiku, sebuah nasehat yang pernah kuberikan padanya. Meski nasehat itu dulu kuberikan sifatnya perumpamaan, kali ini nasehat ini diberikan dalam kaitan realita jaketku yang telah dia buang.

Nasehatnya kira-kira seperti ini :
Seorang pengemis tinggal dekat istana raja. Suatu hari, ia melihat pengumuman dipasang di luar gerbang istana. Raja mengadakan suatu perjamuan besar. Siapa saja yang berpakaian kerajaan diundang ikut serta dalam perjamuan.
Si pengemis pergi dengan sedih. Ia memandang baju compang-camping yang dikenakannya dan mendesah. Tentu saja hanya para raja dan keluarga kerajaan yang mengenakan jubah kerajaan, begitu pikirnya. Sekonyong-konyong suatu ide muncul di benaknya. Memikirkannya saja telah membuat tubuhnya gemetar. Beranikah ia?

Si pengemis kembali ke istana. Ia menghampiri penjaga gerbang istana. 
“Tolong saya, pak, saya mohon bicara dengan Sri Baginda.” 
“Tunggulah di sini,” jawab penjaga. 
Beberapa menit kemudian ia telah kembali. “Sri Baginda berkenan menemuimu,” demikian katanya, lalu menghantar si pengemis masuk.  
“Kamu ingin menemuiku?” tanya raja. 
“Ya, Tuanku raja. Hamba begitu ingin ikut serta dalam perjamuan yang Tuanku selenggarakan, tetapi hamba tidak memiliki jubah kerajaan untuk dikenakan pada perjamuan tersebut. Sudilah Tuanku, maafkan kelancangan hamba, sudilah Tuanku memberikan kepada hamba salah satu jubah usang Tuanku, sehingga hamba dapat datang ke perjamuan.”

Tubuh sang pengemis bergetar begitu hebat hingga ia tak sempat melihat sekilas senyum di wajah sang raja. “Engkau sungguh bijaksana datang kepadaku,” kata raja. 
Raja memanggil putranya, sang pangeran. “Ajaklah ia ke kamarmu dan berilah ia pakaian dari pakaianmu.”
Pangeran melakukan apa yang diperintahkan ayahnya dan segera saja sang pengemis telah berdiri di depan sebuah cermin, mengenakan jubah yang tak berani ia berharap untuk memilikinya. “Sekarang engkau layak ikut ambil bagian dalam perjamuan raja esok malam,” kata pangeran. “Tetapi, yang lebih penting dari itu, engkau tidak akan pernah memerlukan baju lagi. Jubah yang engkau kenakan itu akan tahan untuk selamanya. Sang pengemis jatuh tersungkur, “Oh, terima kasih,” serunya.
Tetapi, sementara ia pergi meninggalkan kamar, terlihat olehnya tumpukan baju dekilnya di atas lantai. Ia ragu-ragu. Bagaimana jika yang dikatakan pangeran itu tidak benar? Bagaimana jika ia membutuhkan baju lamanya lagi? Segera dipungutnya baju compang-campingnya.

Perjamuan itu jauh lebih mengagumkan daripada yang dapat dibayangkannya. Namun demikian, ia tak dapat menikmati perjamuan seperti seharusnya. Ia telah menggulung baju compang-campingnya menjadi suatu buntalan, dan buntalan itu berkali-kali jatuh dari pangkuannya. Hidangan berlalu cepat dan sebagian hidangan paling lezat itu terlewatkan olehnya.

Waktu membuktikan bahwa pangeran benar. Jubah pemberian pangeran tahan untuk selamanya. Tetapi, tetap saja pengemis yang malang itu merasa sayang untuk membuang baju compang-campingnya. Dengan berlalunya waktu, orang mulai lupa akan jubah kerajaan yang dikenakannya. Mereka hanya melihat buntalan baju compang-camping yang ia bawa kemanapun ia pergi. Mereka bahkan menyebutnya sebagai pak tua dengan baju compang-camping.

Suatu hari, sementara ia terbaring mendekati ajal, raja mengunjungi Si pengemis. Melihat wajah sedih raja ketika raja melihat buntalan dekil baju compang-camping di sisi pembaringannya. Tiba-tiba teringatlah sang pengemis akan ucapan pangeran dan ia menjadi sadar bahwa buntalan dekil itu telah membuatnya kehilangan kesempatan menikmati kerajaannya yang sebenarnya sepanjang hidupnya. Ia pun menangis pilu mengingat kebodohannya.

Moral cerita.
Sering kita membawa masa lalu kedalam kehidupan saat ini yang sesungguhnya tidak diperlukan.
Mungkin kita masih menjalin kontak dengan mantan pacar kita, mungkin kita masih trauma dengan kegagalan kita, mungkin kita terbebani oleh persoalan lama yang tidak terselesaikan atau mungkin hal-hal lain.
Yang seseungguhnya saat ini kita sudah mendapatkan pengganti lebih bagus lebih baik.
Untuk apa memakai baju butut itu? Berikan saja kepada mereka yang lebih layak menerimnya. Baju itu akan menjadi berkat baginya dan menjadi masalah bagimu.
Untuk apa menjalin hubungan dengan mantan pacar kita? Biarkan saja suaminya mengurusnya. Suaminya akan menghandelnya lebih baik.
Untuk apa bergelut dengan prospek gagal kita dimasa lalu? Biarkan saja orang lain mengambilnya, mereka lebih layak dan mungkin lebih baik menjalankan prospek itu.
Selamat tinggal jaket lusuhku. 
Aku masih merindukanmu.
Selamart tinggal masa lalu kelabu. 
Aku sudah merelakanmu.

Friday, January 2, 2015

17 Tahun Merenda Kasih

Saya berjanji mencintai dan menghormatimu, dalam untung dan malang sampai kematian memisahkan kita.


Ketika akan menikah saya ditanya, "Kenapa menikahi Lilik?"
"Karena saya mencintainya." jawabku singkat.
mungkin jawaban diatas tidak tepat, tapi pada saat itu jawabanku seperti itu. Pengertianku seperti itu.
Apakah setiap cinta harus selalu diakhiri dengan pernikahan? Apa beda cinta dan senang?
Kukira, andai banyak pertanyaan itu diajukan kepadaku akan sulit kujawab.
Aku mendifinisikan cinta adalah "ketika kita selalu ingin bertemu dengan seseorang"... itulah cinta. Definisi singkat dan praktis. Mungkin juga tidak benar tapi aku menyukai definisi itu.

Sesekali istri bertanya kepadaku, "Kalau aku meninggal kamu akan kawin lagi?"
Kujawab tegas "tidak."
"Kenapa?"
"Aku sangat menyukai kebebasanku, terlalu banyak hal kukorbankan untuk menjalani pernikahan."
Begitu pernah kujawab dan kujelaskan.
Tapi bila hari ini istri bertanya akan kujawab "Tidak.... Aku tidak bisa mencintai orang lain selain dirimu."

Waktu berlalu setelah 17 tahun menjalani pernikahan. Banyak suka duka aku lalui. Ada kejatuhan ada kebangkitan.
Banyak kejadian membuatku semakin yakin bahwa istriku adalah belahan jiwaku. Hidup dan kehidupanku. kulihat dia begitu setia mendampingi ketika kesulitan datang. Kulihat bagaimana dia merawatku ketika aku sakit. Kulihat bagaimana dia menyiapkan baju untukku. Kulihat bagaiman dia melayani dengan iklas.
Aku orang sederhana. Berharap pada hal-hal sederhana dan hal itu kudapatkan pada diri Lilik. Lilik memenuhi kebutuhanku secara sederhana dan akupun tidak berharap sesuatu yang luar biasa dari istriku.

Penikahan kami menghasilkan sebuah keluarga. Banyak hal kulakukan dan mengorbankan keluargaku. Tapi setelah 17 tahun menikah akau berjanji kepada istriku. Tidak ada teman, hoby atau pekerjaan yang akan menjadikan keluargaku nomer dua dalam prioritas hidupku. Istriku dan keluargaku akan menjadi prioritas utama dalam setiap pertimbangan.
Demikian janjiku kepada istriku dan kuhara aku bisa mmemenuhi janji itu. Tapi kuharap jika dibelakang hari aku punya masalah dan marah-marah di rumah, kuharap istri dan keluargaku akan memahami.... Aku  akan berusaha yang terbaik menjadi suami dan ayah yang baik.

Pandu dan Coco adalah buah cinta kasih kami. Aku memiliki dua anak yang berbeda. Secara fisik dan kemampuan. Tapi keduanya begitu indah.
Kedua anak kami memiliki karakter yang benar-benar berbeda. Yang satu sangat senang belajar dan yang lain tidak suka pelajaran sekolah. Keduanya bandel dan suka bersengkongkol untuk sesuatu yang kekanakan seperti main sampai larut.Tapi aku bangga dengan mereka berdua.
Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kalau ada kesalahan besar aku sebagai seorang ayah, adalah aku tidak secara penuh mendampingi mereka. Hanya ketika berkumpul, aku ingin dihadapan merekaa ketika mereka membuka matanya dipagi hari sampai malam ketika mereka tertidur, aku mendampingi mereka.
Kugunakan waktu liburku seefektive mungkin mendampingi keluargaku.
Bahkan sampai hari ini kkami sering tidur berempat. Kalau pergi keluar kota dan harus menyewa hotel, kamipun memilih untuk satu kamar. Berdesakan tapi akrab.
Tahun 2014 hal yang berubah Pandu kini lebih tinggi dariku. Coco sudah keterima di SMA Loyola Semarang. Kami pindah rumah. Istri belum juga hamil.

Kami merayakan ulang tahun perkawinan ke 17. Sekalian acara syukuran rumah.
Acaranya sederhana, cuma orgen tunggal, bakar ikan dan makan tentu saja.

Sebuah lagu untuk suami tercinta... Kok "sewu kuto"....  Ndak nyambung khan.

 Ibu dan mas Pomo menyumbangkan lagu.
Pandu dan Nia... Kini sudah menjadi remaja. Keduanya suaranya bagus. "Jangan menyerah"

Ibu dokter menyumbang lagu juga.

Tamunya terlalu banyak. untung datangnya tidak serentak. Syukur semua lancar.



HARUS KUAT

Kalian harus kuat. Agar kamu bisa menolong dirimu sendiri. Membantu orang lain yang membutuhkan. Hiduplah sederhana karena kalian memil...