Wednesday, December 31, 2014

RENUNGAN AKHIR TAHUN 2014

Sakbejo bejone uwong sing menang, luwih bejo uwong sing menangi.
Seberuntungnya orang menang, lebih beruntung orang yang melewati.
(Sebuah nasehat seorang kejawen kepadaku di tahun 1994)



Banyak hal terjadi selama 2014 ini. Benar-benar sebuah tahun yang harus dikenang.

Tekat awal ku di tahun 2014 adalah Menurunkan berat badan, menstabilkan cash flow dan terakhir menyelesaikan kuliah.
Aku berhasil menyelesaikan teoriku dan saat ini sedang menyusun thesis, kuharap sekitar Febuari semua akan selesai. Terlambat tapi aku yakin akan selesai.

Berat badanku turun 5kg, dari 80kg kini tersisa 75kg, kuharap tahun 2015 aku bisa mencapai sekitar 72kg.

Cash flow stabil meski terengah. Investasi jangka panjang banyak memakan cash flowku. Saat ini aku banyak ber invest di investasi jangka pendek. Hal ini diperlukan agar ketika butuh cash flow, segera bisa dicairkan. Tahun 2015 kuharap cash flow lebih baik dan lebih stabil.
Menstabilkan cash flow, aku lakukan dengan mengurangi investasi yang sulit dicairkan (jangka panjang), aku focuskan pada saham (jangka pendek).
Saham menjadi alternative pilihan yang baik, karena dengan saham ketika aku punya pilihan investasi lain atau ada keperluan dana yang mendesak dengan mudah segera kucairkan.
Awal permainan saham aku bermain bagus, banyak teman memuji karena peningkatan nilai sahamku bergerak sangat fantatis. Kupikir itu hanya keberuntungan pemula.
Disuatu titik aku tidak waspada. Aku mengalami kejatuhan.
Akhir tahun setelah meredakan pikiranku aku mulai memaintain sahamku secara lebih serius. Dan rupanya dewi fortuna memihaku. Aku bisa melaju lebih kencang, seperti angin dari belakang meniup perahu layarku.

Beberapa tahun yang lalu kami membeli rumah dengan kondisi memprihatinkan. Kami beli dengan harga murah. Renovasi awal kami lakukan di bulan July 2014 dan selesai di Desember tahun yang sama. Benar-benar perubahan mencolok dari rumah itu.
Hal istimewa dari rumah ini adalah adanya kamar mandi dengan luas 3X3M dan ukiran tanganku sendiri berjudul pelican.
Kuharap kedamaian, kesucian dan kebahagiaan selalu menyelimuti rumah ini.
 Sebelum Renovasi
Sesudah Renovasi

Coco diterima di Loyola Semarang dan Pandu 1Cm lebih tinggi dari aku. Anak-anak tumbuh dengan sangat pesat secara fisik. Pandu sudah bisa naik motor lelaki sementara Coco sudah mulai jarang mengompol. Kuharap kedepan mereka semua berhasil dalam studinya.
Istriku masih memiliki keinginan kuat untuk menambah seorang anak tapi Tuhan sampai hari ini belum mengabulkan permohonan kami.

Bertemu seorang mantan pacar dan mengunjungi makam Ayah Ibunya.
Kuharap kedamian selalu menyertai diri dan keluarganya.

Seorang sahabatku jatuh dan aku tidak yakin dia bisa bangkit lagi dalam waktu dekat. Kekuatiran terbesarku adalah dia tidak bisa bangkit lagi. Tapi aku berusaha membantu, paling tidak dia bisa kembali dititik awal sebelum kejatuhan, paling tidak secara psikologis.
Begitu berat beban yang dia tanggung sampai hampir kehilangan kewarasan. Aku temani semampuku dan sebisaku. Kuberi nasehat yang baik agar dia bisa tumbuh dan bangkit lagi. Kekerasan kepalanya sulit dikendalikan. Kebiasaan bohong menjadi awal kejatuhannya.
Diawali dengan kebiasaan bohong, akhirnya dia membohongi suami, aku dan semua orang disekitarnya.
Sebelum kejadian buruk ini terjadi, aku sudah berusaha keras menasehati. Sampai pernah terjadi pertengkaran. Ungkapan "kepo" dan "terlalu mencampuri urusan orang" pernah dilontarkan padaku.
Aku tahu persis, cerita ini akan berujung seperti apa. Kusampaikan semua kekuatiranku dan dia tetap keras kepala. Aku mengalami kesakitan luar biasa disaat pergumulan itu. Aku akhirnya harus menyerah kalah dan menyingkir.

Sekitar bulan Agustus 2014 segala kekuatiranku menjadi nyata. Intuisiku bekerja sangat akurat.
Kerugian uang  lebih dari Rp.1M, sebuah angka yang cukup besar dimasa sekarang ini. Terjebak hutang. Dari semua persoalan, pukulan psikologis adalah pukulan terbesar, hingga dia tidak sanggup menanggung. Hal baik mulai muncul, imannya menjadi lebih baik dibanding sebelum kejatuhan. Biaya untuk mendapat iman lebih baik ternyata sangat mahal.
Kegagalan berdamai dengan suami dan lingkungan menjadi masalah tersendiri.
Dia berencana / ingin bercerai dengan sang suami. Karena dipandang perkawinan seperti neraka. Segala cita-cita yang dia bayangkan sebelum pernikahan nampak menjauh dari harapan.
Dalam kesakitan kutemani semampuku. Tapi sepertinya kerusakan itu belum bisa diperbaiki. Ada godaan besar untuk meninggalkannya lagi. Perilaku yang tidak pantas yang aku tidak mau menceritakan disini menjadi salah satu sebab. Mungkin hanya efek yang muncul dari sakit akibat kejatuhan.
Dalam suatu diskusi dengan sahabat lain, terjadi kesimpulan. Dulu semua indah dan dia adalah salah satu sahabat terbaik. Kini dia jatuh dan menjadi orang aneh dan menyebalkan. "Apakah kita akan meninggalkannya?" kami sepakat menjawab "Kita tidak akan meninggalkan dia, meski seburuk apapun kondisinya."

Sahabatku lainya, jatuh dalam dosa berat. Dia selalu mengutarakan alasan "aku manusia biasa" atau "aku tidak sempurna". Apakah ada manusia "luar biasa dan sempurna"?? Ketidak mampuan melawan godaan setan dalam diri menjadi alasan utama kejatuhan dalam dosa. Dia memang suka dengan dosa khusus itu, seperti kebanggaan bila berhasil.
Melihat perilaku tidak pantas didepan mataku dan lingkungan, membuat aku mengelus dada.
Kukatakan bahwa akan terjadi hal-hal buruk atas akibat perilakunya dan dia tidak percaya. Makian "pikiran kotor" dan "bangsat" sudah keluar dari mulutnya.
Iblis begitu kuat berpengaruh. Sedemikian kuat, sampai kuputuskan untuk meninggalkan, karena kekuatiran imanku akan terganggu dan perasaan jijik begitu menyiksa.
Kekesalan karena telah menyeret diriku dalam petualangan buruk, sampai aku mengutuknya.
"Apa yang aku lakukan itu jelek tapi tidak jahat" hal ini pernah disampaikan kepadaku. Tapi seseungguhnya, hal yang dia lakukan sangat jahat. Pelecehan agama dan nilai-nilai masyarakat dianggap hal biasa.
Dia belum jatuh tapi pasti akan jatuh, hanya masalah waktu. Saat ini dia sedang berpesta pora dengan iblis karena berhasil menutupi kebusukan.
Ada pertentangan kuat dalam batinku, aku seperti seorang sahabat yang buruk, meninggalkan sahabat sedang terpuruk. Saat ini aku tidak dalam posisi aman untuk menolong  ataupun terlibat.

Persoalan kantor datang seperti tiada habis-habisnya. Begitu berat, hingga aku tidak yakin apakah aku memilih untuk menghadapi ini semua atau lari.
Proses transisi yang begitu panjang dan menyakitkan akhirnya berakhir. Transisi selalu menyakitkan bagi para pelakunya, demikian juga dengan diriku. Setelah masa trasnisi berlalu kondisi tidak juga membaik.
Dari benturan budaya dan ketidak mampuan mengambil keputusan, menjadi keluhan serius bagi para karyawan.
Diawal bulan Desember aku mulai menata hati. Memperkuat batinku dengan berpasarah diri.
Meski sudah kulakukan, seperti tidak bisa, tidak berhasil. Beban begitu menghimpit.
Masalah pengambilan keputusan yang buruk, lambat, salah atau tidak ada keputusan sama sekali menjadi masalah berat dalam hidupku.
Begitu beratnya ini juga menjadi beban berkepenjangan di bulan-bulan akhir 2014.
Aku tidak yakin dengan cara kerja pemimpinku. Aku tidak bisa mengerti, bagaimana mereka menterjemahkan visi dan misi yang telah mereka buat sendiri.
Ketidak mampuan menterjemahkan visi dalam tindakan operational, menurut prediksiku akan menimbulkan masalah besar. Tidak hanya disaat ini tetapi ditengah jalan, bahkan diakhir cerita.
Aku sangat berharap para pemimpin perusahanku segera menyadari kesalahannya. Aku ingin mereka mengambil langkah yang tepat, demi menyelamatkan bisnis dari keterpurukan. Sebesar apapun uang dimasukan, bila dengan menggunakan cara ini hasilnya hanya kesia-siaan.
Tidak ada tawar menawar tentang hal ini. "Berubah atau mati".

Aku bertekat, malam Natal aku harus benar-benar damai. Aku dan istri yang mendapat tugas sebagai pembawa kanak-kanak Yesus, aku harus damai.

Dalam perjalanan malam dari Jakarta ke Pekalongan. Aku berpikir keras tentang bagaimana mendamaikan hati dan perasaanku. Banyak alternative aku pikirkan untuk berdamai. Waktu tinggal sehari lagi seperti batas yang telah kutentukan aku harus damai. Mendamaikan batinku dengan dinamika duniaku.
Aku belum tenang dengan hasil yang telah kulalui selama 2014.
Pada suatu titik di sekitar Brebes, kartu Novena Tiga Salam Maria yang aku selibkan di atas kepala pengemudi jatuh dipahaku.
Aku terkejut, kupelankan kendaraanku dan mencoba meruntut balik pikiran terakhirku.

Hasilnya adalah :
Pekerjaan, aku yakin bisa melewati ini meski dengan berat tapi itu harus kulalui agar aku semakin bijak menghadapi dinamika pekerjaan. Aku yakin ada pelajaran berharga aku bisa dapatkan dari situasi saat ini. Kuputuskan juga kalau memungkinakan dapat pekerjaan baru akan aku ambil.
Aku bisa bersyukur, bahwa aku mendapatkan pelajaran berat di kantor dan aku yakin bisa lulus melewatinya.
Soal sahabatku yang belum jatuh. Kuputuskan untuk meninggalkannya. Sudah tidak bisa aku handle, mungkin perjalanan hidup akan memberi pelajaran, bahwa hal buruk yang dia lakukan akan membawa kejatuhan. Kejatuhan baik baginya. Kalau dia berusaha, dia akan bangkit dan akhirnya keadaan akan lebih baik bagi buat semua.
Tuhan telah memberi aku kesempatan melihat kebohongan. Tuhan telah memberi petunjuk padaku untuk menyingkir.
Aku harus bisa bersyukur telah dibebaskan untuk menghadle masalah ini.

Banyak hal terjadi selama 2014. Banyak hal menyenangkan dan banyak hal menyedihkan. Aku tidak mau melihat hanya pada sudut tembok yang rusak, aku mau melihat indahnya bangunan secara utuh.
Aku mau belajar dari setumpuk kesalahan dan sederet kegagalan untuk mencapai kebaikan dan kesuksesan kedepan.
Kusingkirkan semua menjelang berakhirnya tahun 2014

Sampai rumah Pekalongan aku peluk istriku. Sudah kuselesaiakan, kusingkirkan semua persoalan, semua sakit hati yang membebani pikiranku. Semua sudah kudamaikan dalam pikiranku.
Aku katakan "Aku berjanji, kedepan tidak ada lagi masalah kantor, masalah relasiku dengan sahabat-sahabatku mengganggu keluarga kita". Aku memeluk erat istriku dan dia nampak bahagia, sama seperti kebahagiaan dan kelegaan yang tengah aku alami.

Sunday, December 28, 2014

Kepercayaan Adalah Landasan Semua Hubungan

Apa arti semua keunggulan, tanpa kepercayaan hanya sia-sia.



Pernahkah anda tidur dengan seekor ular berbisa dikamar anda? Seperti itulah rasanya ketika anda hidup dengan seseorang yang anda tidak percayai.
Saya gunakan perumpamaan ular, dikarenakan memang dari semua binatang, ular adalah salah satu mahluk yang tidak bisa dipercaya. Seekor ular tetap akan menggigit pemiliknya. Ada beberapa kejadian, pawang ular tetap digigit ular peliharaannya dan sang pawang harus merelakan jari dan ada pula yang  kehilangan nyawa.
Rasanya pasti tida nyaman. Gelisah karena munculnya banyak kekuatiran. Apa yang anda lakukan terasa serba salah.

Begitu pentingnya kepercayaan, hingga menjadi dasar semua hubungan. Dari hubungan pertemanan, bisnis, atasan bawahan, pacaran sampai kepada hubungan masyarakat dengan president. Kepercayaan adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar dan dinegoisasikan. Kepercayaan adalah harga mati.

Untuk membangun kepercayaan diperlukan :
1. Integritas
Kejujuran selalu lebih berharga daripada kemunafikan yang paling memikat sekalipun. Orang akan menaruh respek pada sebuah kejujuran. Dan kita akan merasa sangat lega dan langgeng jika diterima dan dipercayai sebagaimana adanya kita. Jadi, mulailah menyingkirkan kepura-puraan dan mulailah tampil just the way you are.
2. Kebajikan
Kebajikan ditunjukkan melalui keteladanan hidup dan perbuatan baik. Tanpa kebajikan, siapa yang akan mempercayai kita ?
 3. Waktu
Pepatah mengatakan, waktu adalah penguji terbaik. Melewati kurun waktu, suatu hubungan akan semakin teruji. Kepercayaan dibangun seumur hidup, jadi pertahankanlah seumur hidup.
 4. Pertanggungjawaban
Integritas dan pertanggungjawaban bagaikan koin dengan dua sisi. Sekali kita berintegritas, otomatis kita pasti dapat memberi pertanggungjawaban.
 5. Bukti
Setumpuk kata-kata itu tidak ada harganya bila bukti bekata lain. Mulailah memberi bukti daripada memberi penjelasan dan alasan.
Kesulitan selalu datang dalam sebuah hubungan. Tapi selama ada kepercayaan hubungan itu akan tetap berjalan.
Dalam sebuah perkawinan meskipun ada masalah seberat apapun, dengan kepercayaan hubungan perkawinan tetap bisa dipertahankan.
Seorang suami sudah setahun menganggur dan kondisi tersebut tentu saja akan mempengaruhi kehidupan ekonomi keluarga tersebut. Selama ada kepercayaan dari pihak istri bahwa suaminya memang telah berusaha keras untuk mendapatkan pekerjaan. Istri percaya bahwa suatu hari keadaan akan berubah. Keyakinan akan masa depan lebih baik merupakan perwujutan kepercayaan istri kepada suaminya.
Dalam suatu perkawinan ada kemungkinan salah satu pihak berselingkuh. Meskipun sesakit apapun kondisi itu tapi bila pihak yang diselingkuhi percaya, bahwa hal ini akan berlalu bisa diharapkan bahwa perkawinna mereka bisa diselamatkan.
Demikian pula sebaliknya, meski sang suami hanya terlambat 30 menit dari kantor, tanpa kepercayaan sang istri hal itu sudah cukup alasan bagi seorang istri meninggalkan suaminya. Mungkin dalam hal ini kita harus melihat secara keseluruhan. Keterlambatan 30 menit itu mungkin adalah tetes terakhir, dimana tetesan itu akan menyebabkan air di gelas tertumpah.
Dalam sebuah pertempuran, seorang komandan harus mendapatkan kepercayaan penuh dari para prajuritnya. Kepercayaan itu ditunjukan dengan cara menjalankan semua perintah dengan sebaik-baiknya. Para prajurit akan merelakan nyawanya bagi sang komandan bila itu memang diminta. Sebaiknya meskipun para tentara itu telah dilatih untuk selalau mematuhi perintah komandannya tapi bila para prajurit itu kehilangan kepercayaan pada atasan, akan terjadi bencana pada kesatuan tersebut.
Begitu pentingnya kepercayaan dalam suatu hubungan. Maka usaha yang memadai diperlukan untuk tetap membangun sebuah kepercayaan. Dengan  kepercayaan suatu hubungan akan berhasil dan akan menghasilkan buah kebaikan dalam hubungan tersebut.

Tuesday, December 16, 2014

KEBAHAGIAAN

Ada banyak nasehat tentang bagaimana menjadi bahagia. Dalam tulisanku kali ini aku mengkritisi sebuah perbedaan tentang kebahagiaan.

Sebetulnya tidak ada yang salah, tiap orang memiliki jalan berbeda mencapai kebahagiaan. Dimana sebetulnya seseorang selalu berusaha untuk dapat menemukan kebahagiaan sesuai hati nuraninya.
Mari membahasnya.

Kita sebut saja ini kelompok pertama :

"Berhentilah mencari keluar apa yang sebetulnya bisa anda temukan di dalam diri anda. Buatlah keputusan untuk berbahagia" pendapat sederhana.
Kebahagiaan bergantung pada keputusan anda sendiri untuk bahagia.
Jadi kebahagiaan adalah suatu keputusan. Kapan saja, dimana saja anda dapat memutuskan untuk berbahagia atau tidak. Kebahagiaan suatu pilihan.
Atau sebuah cerita. Ketika seseorang mencari kalung mutiara yang sebenarnya melilit di lehernya. Dia mencari keluar ruangan bahkan mencari keluar rumah tapi tidak juga ditemukan. Sebetulnya kalung mutiara itu terikat di lehernya.

Ada beberapa nasehat lain yang semacam hal diatas yang intinya kebahagiaan adalah keputusan sendiri, pilihan kita sendiri ada dalam diri kita sendiri. Kebahagiaan begitu sederhana, putuskan semua lekatan-lekatan dan anda bahagia.

Putuskkan anda bahagia dan anda bahagia.

Apa nasehat ini salah? Saya kira sangat debatable tapi nanti kita bahas titik bahaya dari sikap semacam ini.

Andai kata anda saya sodori sebuah kisah nyata seperti ini :
Rekan saya suatu hari menabrak seseorang wanita yang sedang menggendong anak kecil. Lalu lari dari tanggung jawab. 
Dia mendengar bahwa kedua korban meninggal dunia.
Apakah rekan saya akan bahagia? Mungkin rekan saya akan terganggu, karena hati kecilnya akan mengusik pikiran andaikata nasehat diatas diterapkan.
Dan memang seperti itulah yang terjadi. Dia ikut kursus meditasi, menemui seorang psikolog berbicara dengan pendeta dan semua gagal.
Apakah masalah ini bisa dia pecahkan dengan meditasi?
Jawabnya mestinya bisa. Rekan saya bisa tenang dan dia bisa memilih untuk bahagia. Tidak ada yang salah juga bukan tentang hal ini.
Dengan susah payah akhirnya teman saya berhasil bahagia. Dia berhasil melupakan dan memaafkan dirinya sendiri.
Kebahagiaan berasal dari diri anda sendiri dan itu benar.
Kebahagiaan itu bersyukur... Ya syukurlah anda tidak tertangkap sampai hari ini.
Penjahat mengasihi penjahat lainnya dan mereka berbahagia dengan hasil kejahatannya. Tapi pernahkah mereka memikirkan kebahagiaan korban kejahatannya?


Sekarang kita bahas kelompok kedua :

Lebih banyak kejadian ketika seseorang menabrak seseorang di jalan dia akan berhenti. Menolong korban dan membawanya kerumah sakit. Dia abaikan seggala resiko hukum dan keuangan yang akan menderanya dibelakang hari.
Apakah dia bisa berbahagia dengan keputusan ini? Nilainya sama, "bisa".
Bagaimana kalau kita gunakan nasehat dari Dalai Lama.
  • Jika kamu ingin orang bahagia, praktikkan welas asih. Jika kamu sendiri mau bahagia, praktikkan welas asih. 
  • Kebahagiaan tidak terjadi begitu saja. Itu muncul dari hasil perbuatan kita. 
  • Kebahagiaan adalah buah tindakan.

Ada juga nasehat sejenis, seperti bahagiakan orang lain maka kamu akan bahagia. Bahagia adalah ketika kita mampu bersyukur dan sebagainya.
Ada pula yang berbeda memandang suatukebahagiaan, seperti kebahagiaan adalah ketika dirinya mendapatkan wanita soleh.... Menurutku ini juga tidak salah.



Ada perbedaan mencolok antara dua kelompok nasehat diatas.
Mungkin keduanya baik atau mungkin keduanya salah tapi saya mencoba berkompromi. Kebahagiaan kelompok pertama lebih bersifat duniawi dan selfish tapi universal.
Sementara kebahagiaan kelompok kedua lebih cocok untuk mereka yang berjiwa sosial dan memahami nilai-nilai moral.
Keduanya mengajarkan tentang cara meraih kebahagiaan hanya dengan cara berbeda.

Sunday, December 14, 2014

MENGUSIR STRESS

10 Cara Mengusir Stress

Mengapa banyak orang yang kesulitan untuk mengurangi tingkat stres dan meningkatkan tingkat hidup mereka? Kesulitan mengatasi stres bisa menurunkan kualitas kinerja Anda.

TalentSmart melakukan penelitian terhadap lebih dari 1 Juta orang dan mendapatkan data kalauorang sukses adalah orang yang terampil dalam mengelola emosi mereka. Emosi mereka tetap terkendali dan mereka merasa tenang meski dihadapkan situasi stres.
Sedikit berbeda, penelitian yang dilakukan oleh UC Berkeley mengatakan, orang yang stres adalah orang yang mampu membujuk sel-sel otak mereka untuk bertanggung jawab menghadapi situasi tersebut.
Caranya dengan menstimulus otak agar tidak membuat stres ini berkepanjangan. Biasanya, orang yang melakukan hal ini cenderung akan menjadi orang lebih waspada.
Sebenarnya situasi stres diciptakan oleh Anda sendiri. Jadi hanya Anda yang bisa menjaga agar tak terjadinya stres yang dialami menjadi sesuatu yang berlebihan. Mungkin 10 cara yang dilansir dari laman Forbes, yang ditulis Minggu (14/12/2014) ini patut Anda coba:
1. Katakan Tidak
Semakin Anda sulit mengatakan `tidak` maka semakin besar kemungkinan Anda alami stres, kelelahan, bahkan depresi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Universitas California, AS, tersebut kata `tidak` yang digunakan dalam `saya tidak bisa berpikir` atau `saya tidak yakin` bukanlah komitmen yang dilakukan oleh orang sukses. Orang sukses mengatakan tidak pada hal yang mereka takuti.
2. Syukuri yang Dimiliki
Sebesar 23 persen stres akan berkurang setelah Anda merenungkan dan mensyukuri segala hal yang telah Anda miliki. Penelitian yang dilakukan Universitas California, AS, menunjukkan bahwa bersyukur dapat meningkatkan mood, energi, dan kesehatan fisik.
3. Hindari Kata `Bagaimana Jika`
Kata 'bagaimana jika' hanya akan mengiring Anda untuk menghabiskan waktu dengan kekhawatiran yang belum tentu berguna. Berfokuslah pada hal yang lebih penting dan tidak mementingkan kemungkinan yang tak berarti seperti kejadian yang sudah terjadi.
4. Diskonek Ponsel
Tak hanya yang lelah dengan situasi stres, ponsel Anda pun merasa yang sama. Penelitian menunjukkan bahwa sesuatu yang sederhana seperti beristirahat tidak memeriksa email dapat membantu mengurangi stres.

Tidak Menyerah

5. Tidur yang Cukup
Tidur sangat penting meningkatkan kecerdasan emosional dan mengurangi tingkat stres yang Anda alami. Ketika tidur, otak mengisi kembali energi positif dan membuang kenangan yang tidak menyenangkan.
Kontrol diri sulit didapatkan jika Anda kurang tidur. Memang situasi stres seolah-olah membuat Anda tidak mempunyai waktu tidur, tapi luangkan waktu tidur malam dan perhatian tingkat kualitas tidur Anda.
6. Olahraga
Berolahraga minimal 10 menit dapat membantu mengurangi stres. Sebab olaharaga berguna untuk menstilumus saraf yang dapat menenangkan dan mengendalikan emosi Anda.
7. Tak Menyimpan Dendam
Dendam hanya akan membuat diri Anda tergerus oleh emosi negatif. Para peneliti di Emory University menunjukkan bahwa hal ini bisa menghancurkan kesehatan Anda dari waktu ke waktu, bhakan bisa menyebabkan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.
8. Tidak Menyerah
Dalam suatu konflik, emosi negatif hanya akan menimbulkan pertempuran tak sehat dan merusak diri Anda. Pertempuran yang bijaksana tanpa emosi negatif akan membuat Anda merasa puas luar biasa saat menjadi pemenang.
9. Berfokus Diri
Orang yang berlatih kesadara agar lebih fokus, bahkan tidak melakukan suatu meditasi, merasa dapat mengontrol munculnya pikiran dan perilaku nakal. Ini adalah cara terbaik mengurangi stres. Hal ini biasanya dilakukan oleh Biksu Budha.
10. Menyingkirkan Pikiran Negatif
Pikiran negatif itu hanya sebuah pikiran, bukan fakta. Jika Anda menemukan pikiran negatif atau bahkan suatu perasaan pesimis, segera hentikan dan tuliskan.
Menuliskan pikiran negatif dapat membantu Anda merasa lebih lega dan tenang. Pikiran Anda pun bisa mengevaluasi suatu kebenaran secara lebih rasional dan jernih. (Jazaul A/Ahm)

Thursday, December 11, 2014

PERJUMPAAN

Sebuah cerita untukmu tentang sebuah expedisi yang gagal.

Waktu itu sekitar tahun 1991, aku tidak ingat persis kapan itu, termasuk tahun kejadian. Kenapa aku tidak mampu mengingat, semata karena aku memang ingin melupakan. Menganggap cerita itu tidak pernah terjadi karena mungkin cerita ini salah atau memang tidak terjadi.
Atau aku memang tidak pernah berminat menceritakan cerita ini. Biarlah kami saja menyimpan cerita ini. Kalau engkau membaca cerita ini, hal yang harus kamu pahami bahwa ini memang sebuah cerita. Sebuah cerita bukan sebuah fakta. Sebuah cerita untuk mempercayai bahwa keajaiban atau keslahan selalu ada. Bukan keajaiban, mungkin hanya sekedar kesalahan penafsiran.
Seperti kukatakan dimuka, aku tidak ingat persis waktu kejadiannya. Yang aku tahu persis waktu itu musim hujan dan memang ketika peristiwa itu terjadi hujan menjadi keseharian cerita ini.

Petualangan menjadi salah satu bagian dari kehidupanku.
Keluar masuk hutan. naik turun gunung. Mengunjungi tempat menarik.
Kadang aku mengunjungi tempat-tempat angker hanya untuk membuktikan keangkerannya.
Aku pernah sampai gua Langse di tahun 1985, Gunung Slamet, ada sebuah daerah yang dilarang untuk dikunjungi, sebuah daerah dimana katanya orang tidak boleh kesana aku pernah mengunjungi. Pernah sampai gunung Srandil, Kemukus dan sebagainya.
Bahkan ketika naik gunung Lawu. Selain perjalanan ke puncak, ku selingi untuk menjelajahi tempat-tempat yang mestinya tidak dikujungi orang. Berbicara dengan para pertapa atau para penjelajah rohani. Berbicara pada mereka kita menjadi lebih mengerti, bagaiman dunia telah berjalan dan bagaimana mengahadapi dunia dengan lebih baik.
Apakah aku percaya mistik? Banyak hal terjadi selama perjalananku dan banyak hal tidak bisa kujelaskan. Secara keilmuanku ataupun religiku. Atau memang ilmu dan religiku masih jauh dari cukup untuk memahami.
Bagiku perjalanan ketempat yang kata mereka angker seperti menaikan andrenelinku. Meng explore rasa ingin tahuku. Jadi kukira bukan soal percaya atau tidak percaya.

Sebuah rencana perjalanan menuju puncak Semeru dengan cara membuka rute baru. Lewat rute yang bukan jalur pendakian.
Dampit nembak kearah 30 derajat (Utara timur laut) dengan tujuan Ranu Kumbolo, menuju ke Arca Pada, naik kepuncak dan kembali lewat jalur pendakian biasa, lewat Ranu Pane.
Rombongan kami melakukan perjalanan dengan kereta menuju malang. Cari transport ke Dampit menginap semalam. membeli beberapa perbekalan dan mulai mendaki. Tahap awal yang harus kami lakukan adalah menentukan titik awal pendakian, sesuai dengan rencana gambar peta topografi yang kami bawa.

Hari itu udara cerah ketika kita mencari titik awal pendakian. Sang Mahameru terlihat sangat gagah dai posisi kami berdiri.
Aku dengan kompas dan peta yang kuletakan diatas rumput, menentukan titik awal posisi kami.
Beberapa orang sibuk mendirikan tenda sementara yang lain mencari kayu bakar untuk kehangatan malam ini.
Sore menjelang dan tenda telah disiapkan.
Ada dua tenda kami dirikan. Menjelang malam sambil mengelilingi api unggun, kami makan dan berbicara kesana kemari tanpa ujung pangkal.
Kopi dan teh panas menemani kecerian malam. Bintang di langit begitu indah. Sang Bima Sakti terlihat ramah menyapa malam kami.
Sesekali kami saling ejek, sesekali pula kami berbagi pengalaman.
Malam semakin larut dan satu persatu kami mulai masuk dalam tenda untuk istirahat.

Air menetes di mukaku, membangunkanku dan kulirik jam tanganku dan kulihat sudah jam enam pagi. Hujan diluar tenda, terdengar air menetes menyentuh tenda menciptakan irama yang indah.
Dengan menggeliat malas kulihat teman setandaku sudah bangun, mereka sedang mengemas perlengkapan.
Setelah mengumpulkan kesadaran aku segera melipat sleeping bag ku.
"Jam berapa hujan mulai?" tanyakau kepada rekan setendaku.
"Aku solat subuh tadi hujan sudah turun, lebih lebat dari sekarang" salah seorang rekanku menyahut.
Kukenakan ponco untuk menghadapi hujan dan aku keluar mengecek tenda sebelah.
Ditenda sebelah kulihat mereka sedang sarapan ala kadarnya.
"Selesaikan makan dan bongkar tenda, setelah kalian siap kita jalan jam tujuh" aku memberi perintah singkat.

Setelah siap, sekitar jam tujuh kami mulai berjalan mendaki.
Air hujan turun semakin deras, seperti mau menguji kekuatan ponco yang kukenakan.
Jalanan menjadi licin. Golok tebas bekerja tidak optimal dikarenakan air membuat licin pegangan golok.
Sesekali petir menyambar dengan keras. Mencoba menciutkan hati kami tapi kami terus berjalan.
Sesekali ada semak dan tanah kosong shingga kami tidak perlu melakukan penebasan. Dengan memegang kompas seorang rekan mengarahkan jalan yang harus kami tempuh.
"Sebaiknya kekiri sedikit, disitu semak tidak terlalu lebat. Nanti setelah lewat semak itu ada pohon besar itu kita kekanan..." petunjuk arah pergerakan. Melambung, menghindari semak,
Sesekali kami terpleset dan bangun lagi. Pergerakan hari tu begitu lambat.
Udara dingin dan jalanan licin menjadi hambatan tersendiri.

Sekitar jam 12 rombongan kuminta istirahat makan. Hujan masih belum berhenti dikala kami makan siang.
Kami duduk dibawah pohon bergerombol, menikmati biskuit yang kami bawa.
"Selesaiakan makan kalian, jam 1230 kita jalan lagi. jam empat kita dirikan tenda untuk istirahat malam" teriakku kepada semua orang mencoba mengalahkan suara hujan

Selepas makan siang, kami melanjutkan kembali perjalanan. Hujan turun semakin deras. Angin berhembus tidak terlalu kencang, membawa udara dingin menyelinap kedalam ponco kami.
Sesekali kujilati air hujan yang mengalir di wajahku untuk mengurangi dahaga. Rasanya repot kalau harus berjenti dan mengambil tempat air di carier,
Rombongan berjalan lambat dikarenakan medan semakin curam.
Kukeluarkan webing dan menyambungnya, agar kami bisa saling bantu untuk melewati tanjakan tanah yang licin ini.
Tumpukan humus kadang begitu tebal sehingga menambah berat jalan yang harus kulalui.
Sekitar jam setengah empat sore kulihat tempat datar dan kuputuskan untuk mendirikan tenda.

Tenda didirikan dengan cepat. Kami bergerak cepat untuk mengurangi dingin gunung sore itu. Beberapa orang kulihat mendirikan ponco bivouac dan memasak makanan dibawahnya.
Sekitar jam lima makanan siap. Kami mulai makan dalam perlindungan bivouac yang telah disiapkan.
Tidak banyak kata kami ucapkan disaat makan kali ini. Teh panas kuseruput untuk mengurangi dinginnya sore itu.
Kunyalakan sebatang rokok dan mencoba menyamankan dudukku.
"Ada yang sakit?" teriakku pada rombongan.
Tidak ada yang menyahut, dengan setengah berteriak untuk mengalahkan suara hujan kuberteriak lagi "Good... kita tidur cepat malam ini. Bangun pagi dan pergerakan kita mulai jam enam.... hari ini kita bergerak terlalu lambat.... Tuhan baik sama kita, Dia tahu kita sudah tidak mandi dari kemarin. Makanya kita dimandikan sepanjang hari ini..." Kucoba membuat lelucon dan beberapa orang kulihat tersenyum.

Aku masuk kedalam tenda dan menyipakan perlengkapan tidurku. Sebelum tidur aku teringat beberapa temanku tadi solat setelah makan. Aku duduk dengan kaki bersila tetapi masih dalam sleeping bag. Aku berdoa memohon agar diberi kelancaran dalam perjalanan kali ini.

Sekitar jam 4 pagi aku terbangun. Mungkin karena dingin atau karena keinginan buang air kecil mendorongku segera bergegas keluar tenda.
Suasana masih gelap dan kulihat ditenda sebelah sudah mulai aktivitas.
Aku berjalan menuju bivouac tempat memasak dan mulai memasak air. Beberapa rekan keluar tanda dan bergabung denganku.
"Kalian sudah berkemas" tanyaku kepada mereka.
"Sudah.... tinggal makan dan semua siap" jawabnya.
"Kamu ambil alih ini, aku mau kemas-kemas" perintahku singkat.
Aku masuk kedalam tenda. Melipat sleeping bag dan mulai berkemas.
Hari cerah ketika kamu mulai makan. Semangat kami semakin timbul, lelucon dan saling ejek mulai beredar lagi. Suara tawa juga terdengar sesekali.
Kuambil peta dan kucoba memperkirakan posisi kami.

Jam enam tepat kami mulai pergerakan. Meski kabut cukup tebal, pergerakan pagi itu berjalan cepat.
Mungkin mencoba mengejar keterlambatan kemarin. Bergerak dengan cepat sampai keringat mengucur dimuka kami, Kalau kemarin kami basah oleh air, siang ini kita basah oleh keringat.
Sekitar jam 1200 kami beristirahat makan, makan siang kami adalah biscuit dan air putih. Ini sengaja kami lakukan agar tidak memakan waktu terlalu lama.
Jam 1230 kami mulai berjalan lagi.
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba sebuah petir menggelagar dengan keras. Mungkin menyambar sesuatu di sekitar kami. Suranya begitu keras sampai aku hampir terjatuh karenanya.
Kami semua terdiam dan berhenti melakukan semua kegiatan.
Setelah keterkejutan kami hilang, kami mulai berjalan lagi.

Suara petir di kejauhan sesekali terdengar. Awan gelap mulai datang.
Sekitar jam 2 hujan mulai datang. Kamipun mengambil ponco masing-masing dan mengenakannya.
Hujan turun dengan sangat deras. Sperti dicurahkan dari langit. Sepertinya kami sedang berjalan dibawah air terjun.
Begitu beratnya perjalanana ini, serasa Semeru tidak ingin kami datang menemuinya.
Kami telah lama berlatih untuk hal semacam ini. Tiada pernah ada keluhan keluar dari mulut kami.
Udara dingin mulai menggeranyangi tubuh kami, seakan mencoba menahan langkah kami untuk maju mendaki.
Jalanan mulai licin tetapi tidak menyurutkan semangat kami, bergerak cepat dibawah hujan akan menghangatkan badan.
Kulihat di jamku ketika kami beristirahat, jam 3.15 dibawah sebuah pohon rindang kami berkumpul.
"Kita jalan sejam lagi.... leader cari tempat datar dan kita dirikan tenda" perintahku singkat.
"Semua sehat?" aku setengah berteriak kepada rombonganku.
"Pit kamu sehat?" dari belakangku terdengar sebuah teriakan.
Aku langsung mencari wajah Pipit diantara rombongan.
"Lumayan..." sahut Pipit dari sebelahku,
Kulihat wajah Pipit memang kelihatan agak pucat.
"Kamu berapa kali jatuh tadi...." tiba-tiba seorang rekan di belakangku berteriak lagi.
"Lumayan...." sahut Pipit lagi,

Kami bersiap berangkat. Leader mulai membabat dengan petunjuk seorang rekan dengan membawa kompas.
Kudekati Pipit dan kulihat wajahnya, Terlihat dia kurang sehat.
"Gimana keadaanmu?" kutanya pada Pipit.
"Lumayan lah..... kayaknya lebih dingin dari biasanya" jawab Pipit.
"Kamu masih bisa melanjutkan perjalanan?" tanyaku pada Pipit.
"Masih" jawabnya singkat.
"Kamu jalan didepanku.... Kalau ada apa-apa segera beri tahu aku" kuminta pipit jalan lebih dahulu dan aku mengikuti langkahnya.
Beberap kali Pipit jatuh, aku dan teman didepan Pipit selalu membantu.

Sekitar sejam berjalan ternyata belum juga ditemukan tanah yang baik untuk mendirikan tenda. Kami tetap berjalan. Sekitar 1630 leader berteriak, Kita istirahat disini.
Kulihat sebidang tanah dengan kemiringan lumayan yang sebetulnya tidak layak untuk mendirikan tenda. Kuamati sekitar dan kulihat keatas. Sekitar 50 M diatas kami. "Coba kamu kesana, periksa apa itu benar datar" perintahku pada rekan dibelakangku.
Dia berlari keatas, mengamaiti sejenak dan berteriak "Lebih bagus disini daripada disitu".
Kami segera bergegas naik dan pada saat itu Pipit terjatuh seperti terpleset.
Aku segera turun mencoba membantu.
Kulihat wajah Pipit semakin pucat.
"Kalian segera siapkan prosedur istirahat..... Kamu bantu aku tolong Pipit berjalan" perintahku pada seseorang didepan.
Aku memampah Pipit dan yang lain mambantu mebawakan carier Pipit.

Kami berkerja cepat menyiapkan tempat istirahat. Tempat istirahat kami kali ini tidak terlalu datar dan banyak ditumbuhi semak.
Beberapa orang menyiapkan makanan. Aku dan seorang rekan membantu Pipit masuk ke tenda yang telah berdiri.
Melepas sepatu dan mengganti bajunya dengan baju kering.
Kami masukan Pipit dalam sleeping bag dan kuminta rekanku menjaga.
"Apa yang kamu rasakan? tanyaku pada Pipit.
"Dingin" jawabanya singkat dan lirih.
"Semua juga dingin kok.... setelah minum teh panas kamu akan pulih" kataku meyakinkan Pipit.

Pipit diberi minum susu hangat dan makan oat. Kami menyuapi dan memberi minuman hangat, harapan kami itu akan membuat kondisinya membaik.
Aku meminta rekan-rekanku agar bergiliran menjaga Pipit.
Setelah menengok Pipit dalam tendanya aku kembali ke tendaku.
Berdoa dan mencoba tidur, Di kejauhan terdengar petir sesekali bergerumuh.
Suara hujan kurasakan seperti teror malam itu.

"Pak.... bangun Pak...." beberapa goncangan kurasakan ditubuhku.
Kubuka mataku dan kulihat rekanku menatap padaku.
"Pipit..." dia berbicara singkat.
Langsung aku keluar dari tendaku tanpa memakai alas kaki, aku berjalan menuju tenda Pipit.
Ditenda itu semua orang terbangun. Duduk mengelilingi Pipit sambil berdoa.
Kupegang wajah Pipit. Dingin.
Kutempelkan tanganku di hidung Pipit, tak kurasakan kehangatan keluar dari sana. Kupegang nadinya, tidak terasa apapun juga. Kucoba lagi mempertajam perasaanku dan mencoba tenang. Kucoba mencari nandinya.
Aku mencoba mencari dadanya dan menyingkap sleeping bag yang telah terbuka. Mencoba melakukan resusitasi, seseorang memeggangku "Kami sudah lakukan itu sebelum memanggilmu".

Kulihat jam ku, 02.16.
"Bangunkan semua orang" mintaku pada rekan disebelahku.
Aku duduk disebelah Pipit dan mulai berdoa. Beberapa rekan masuk ke tenda dan kami berdesakan dalam tenda. Semua orang berkumpul dalam hening.
Tidak kupedulikan lingkunganku. Aku terus berdoa. Berdoa dan terus berdoa.

Kupakai kerudung jaketku, aku keluar dari tenda. Kuambil golok dari carierku. Hujan turun dari langit seperti tak peduli dengan hal yang sedang kualami.
Air mata menetes di pipiku menyatu dengan tetes air hujan yang mengenai pipiku.
Kupotong 2 batang kayu sepanjang 2.5 M, seorang rekan datang kepadaku membawa 2 buah webbing dan sebuah matras. Seperti memahami benar apa yang akan kubuat dia bergabung denganku.
Dalam diam kami kerjakan bersama pekerjaan itu.

Duduk dalam kepedihan. Beranjak pelan dalam keengganan. Suara kelu menahan ucap.
"Kita turun jam 6 pagi" perintahku lirih kepada semua rekan dalam tenda.
Aku keluar dan mengepak semua barangku. Rasanya berat sekali melakukan pekerjaan itu.
Jam 5.30 dalam guyuran hujan.
Rekan-rekan telah meindahkan Pipit dibawah bivouac tempat masak dan makan. Semua tenda telah dibongkar dan dikemas.
Tubuh berselimut ponco itu terdiam seperti menunggu kami.

"Kita turun lewat jalan yang telah  kita buat..... Aku jadi leader lebih dulu. Kita bergantian membawa Pipit turun. Kamu bawa carier Pipit tidak usah bawa tandu" perintahku mencoba mengusik keheningan.

Kami berjalan dalam diam.
Hujan seperti tidak peduli apa yang kami alami. Dalam doa yang terus kuulang, aku melangkah turun melawati jalan yang telah kami lalui sebelumnya.
Kuingat segala hal tentang Pippit, saat kami bertemu. Keseharian dan segala hala yang kualami bersamanya.
Berjalan turun serasa lebih berat bagiku saat ini. Banyak pikiran berkecamuk. Kuucapkan doa-doa sepanjang perjalanan.

Jalanan licin dan lebatnya hujan tetap setia menemani kami, Sesekali ada rekan yang terjatuh dan kemudian bangkit lagi.
Dingin merayap keseluruh tubuhku serasa ingin membuatku beku.
Sekitar enam jam kami berjalan dan tidak ada keinginanku untuk memerintahkan rombongan beristirahat.
Dalam pikiranku hanya ada satu keinginan, sampai bawah secepat mungkin.

Entah sudah berapa ratus kali doa kuucapkan ketika kulihat di kelangit sebaris sinar matahari menerobos dari celah gelapnya awan.
Pemandangan langka dalam suasana hujan deras seperti itu. Sinar itu miring menyentuh sebuah dataran dibawah kami.

Seperti magnet sinar itu menarikku untuk menyimpang dari jalan yang telah kami buat. Aku berjalan mantap kearah dimana sinar itu mendarat.
Semakin dekat kami dengan sinar itu, hujan semakin berkurang.
Dibaliknya rerimbunan pohon besar, kulihat sepetak padang rumput menghampar. Dengan bergegas aku berjalan kearah padang itu. Rekan-rekanku mengikuti langkahku dalam diam.
Sempai dipadang umput itu, hujan sudah berhenti. bergerak lebih ketengah kurasakan kehangatan matahari.
Hujan sudah reda.
"Kita istirahat sejenak disini.... " kulihat rekanku meletakan Pipit dan mereka mulai melepas cariernya dan mulai duduk di padang rumput itu.
Istirahat dalam diam, kukeluarkan botol minum dan meminumnya. Aku tidak ingat kapan terakhir aku minum,
Rasa segar menyelimuti tubuhku. sepertinya semua beban hari itu hilang. Benar-benar badan dan pikiranku teras ringan dan plong. seperti sebuah kelegaan besar masuk dalam tubuhku.
Kulihat semua rekanku duduk dan ada pula yang berbaring, menikmati hangatnya matahari.

Disalah satu pojok padang itu kulihat seorang lelaki duduk memegang sebuah kayu. Aku tidak tahu sudah berapa lama dia berada disana.
Rupanya sudah dekat kampung pikirku.
Aku memperhatikan orang itu, seperti menarikku aku segera bangun dan menemui orang itu,
Setelah dekat kusapa orng itu "cari rumput Mas aku menyapa...." orang itu hanya menjawab dengan senyum, Sebuah senyum sangat manis.
Ada luka disekitar keningnya dan itu tidak memudarkan ketampanan, kelembutan dan wibawa diwajahnya. Seperti wajah yang tidak asing bagiku. Kucoba mengingat tentang sebuah sosok seperti itu.
Kudekati lebih dekat orang itu. Wajahnya memang benar-benar ramah dan penuh damai.
Aku duduk di dekatnya sambil tetap tersenyum.
"Tinggal disekitar sini ya..." kataku lagi.
Dengan tersenyum orang itu menunjuk kesuatu arah.
"Semua baik....?" katanya lembut dan mantap.
Ucapan itu seperti menarik semua kekuatanku dan kesadaranku.

Kami terdiam dan aku menunjuk ker rekan-rekanku yang berjarak sekitar 50M dari tempat kami berbicara.
Lelaki itu berdiri dengan bantuan kayu di tangan.
Sambil berjalan kucoba mengingat sosok yang sepertinya tidak asing bagiku.
Dengan mantap pria itu berjalan, ada seperti bekas luka baru di tangan kanan kulihat ketika dia berjalan sambil memegang tongkat.
Aku seperti pernah mengenal pria itu, entah dimana. Kucoba terus memasuki otakku untuk mencari gambar orang tersebut, tidak berhasil. Tapi aku yakin di suatu tempat pernah bertemu.

Dedekatinya rombongan kami. Rekan-rekan rupanya sudah tahu bahwa kami tidak sendiri lagi.
"Apa yang terjadi?" tanya pria itu dengan ramah.
Semua diam, alampun seperti tidak bersuara ketika pria itu menyelesaikan kalimat pendeknya.
Hanya kedamaian dan kehangatan yang kurasakan saat ini.
Merasa tidak mendapat jawaban apapun, pria muda itu perlahan berjalan menuju tempat Pipit diletakan.
Disingkapnya ponco yang menutupi tubuh pipit.
Pria itu memegang wajah Pipit. Aku melihatnya dan masih terus mencoba mengingat sosok didepanku itu.
Wajah tampannya dan kedamaian yang terpancar dari dirinya seperti tak asing bagiku.

Pria itu berdiri dan menatapku.
Dengan tersenyum, memandangku, dia berkata "Semua baik-baik saja.... Kuharap lain kali ketika kita bertemu kamu bisa lebih ramah".
Setelah menunggu tidak ada suara keluar dari semua orang pria itu kembali berkata "Aku pergi dulu.... Hati-hati di jalan".
Lelaki itu pergi meninggalkan kami ,tidak perduli tentang keadaan Pipit, tidak peduli dengan kesedihan yang kami alami.

Sepeninggal pria itu, kegelapan muncul. Hujan kembali datang. Kami bergegas memakai ponco yang telah kami lepas.
Hujan turun deras, pria tadi lupa menutup kembali Pipit, hujan mengenai wajahnya.
Air hujan itu ternyata membangunkan Pipit "Hujan..." teriak Pipit sambil mencoba mencari ponconya.
Kami ternganga melihat kejadian itu, dan memperhatikan Pipit berusaha melepaskan ikatan di tubuhnya dan berdiri dari tandu untuk mengenakan ponco yang tadi menyelimuti tubuhnya.
Aku berdiri terdiam dan tidak memperdulikan hujan mengenai tubuhku. Aku tetap diam seperti rekan lainnya.

Dalam perjalanan pulang aku mencoba mengingat pria yang tadi kutemui.
Ada seraut wajah muncul disana dan aku menepisnya, menepisnya dan terus menepisnya.
Sampai hari ini ketika aku ingat kejadian itu... Aku menepisnya dan mengatakan bahwa semua itu salah.


(Beberapa tahun kemudian Pipit jatuh kedalam jurang dalam suatu kegiatan. Aku menggunakan tali segera turun kebawah sementara Bayu dengan bantuan sebuah pohon cemara mengikatkkan dirinya, membantuku turun. Sampai dibawah Pipit kulihat tersangkut disebuah pohon kecil. Aku merengkuh dan mengikatnya dengan tali. Kemudian kami bersama naik keatas menggunakan tali yang di jaga Bayu.
Beberapa tahun kemudian setelah aku bekerja di Jakarta. Sebuah khabar aku terima dari Sulawesi. Pipit hanyut kelaut ketika dia sedang melakukan expedisi tebing. Banyak saksi mata melihat mereka mencoba bertahan disebuah pohon. Air terus naik sampai akhirnya mereka melepaskan pegangan dari pohon itu dan hanyut kelaut.
Semua rekannya ditemukan dalam keadaan selamat ditengah laut, kecuali Pipit. Sampai tulisan ini kubuat, tidak ada khabar dan jenasahnya juga tidak pernah ditemukan.
Ada yang mengatakan bahwa Pipit selamat dan bergabung dengan Suku Laut dan menetap disana. Tidak ada kejelasan tentang hal ini. Tapi sampai hari ini keluarganya masih meyakini Pipit masih hidup.
Aku lebih suka berpendapat, "Pipit melanjutakan sendiri petualangannya".)

Wednesday, December 10, 2014

PULANG 1



Berhanti Berharap

Verse:
Aku tak percaya lagi
Dengan apa yang kau beri
Aku terdampar di sini
Tersudut menunggu mati
Aku tak percaya lagi
Akan guna matahari
Yang dulu mampu terangi
Sudut gelap hati ini
Aku berhenti berharap
Dan menunggu datang gelap
Sampai nanti suatu saat
Tak ada cinta kudapat
Kenapa ada derita
Bila bahagia tercipta
Kenapa ada sang hitam
Bila putih menyenangkan...

Chorus:
Aku pulang...
Tanpa dendam
Kusalutkan.. kemenanganmu

Kau ajarkan aku bahagia
Kau ajarkan aku derita

Aku pulang...
Tanpa dendam
Kuterima.. kekalahanku
Kau tunjukkan aku bahagia
Kau tunjukkan aku derita
Kau berikan aku bahagia
Kau berikan aku derita

Back to chorus**

https://www.youtube.com/watch?v=A8swO8dAg40

Nasehats

Dua hal yang harus kamu berikan pada setiap orang, penghormatan dan kemurahan hati.
Dua kegiatan yang harus kamu lakukan dalam hidup, bekerja dan berdoa.
Dua kata yang harus kamu sering sampaikan, maaf dan terimakasih.
Dua hal yang membuatmu damai, maafkan dan lupakan

BELAJAR MENCINTAI 3

Biarkan saja berbaring disana dalam ketenangan dan janganlah kita mengusiknya dengan apapun.


Ketika cinta datang cinta itu menjadi penghalang.

Ketika teman-teman memasuki masa remaja, mereka mencari pacar dan mencoba mereka-reka apa itu cinta.
Aku adalah salah satu lelaki yang tidak terusik oleh hiruk pikuk kisah cinta masa remaja.
Pada masa itu aku sibuk dengan duniaku sendiri, memancing, berpetualang, berkelahi dan sekolah tentu saja.

Tapi tahukah kalian, bahwa aku punya teman wanita namanya A, aku biasa memanggilnya Si A. Kami berteman dekat sejak masa kecil.
Kami memanjat pohon bersama, pulang sekolah bersama dan yang teristimewa..... Kami tidak banyak bicara.

SD lalu SMP kami begitu dekat begitu akrab, meski tidak banyak kata terucap diantara kita. Kami akrab tanpa kata yang terucap. Situasi semakin menjadi aneh ketika kami beranjak dewasa.
Ada sesuatu yang berubah pada dirinya, semakin cantik, payudaranya makin besar dan dia kelihatan makin lebih dewasa meninggalkan aku.
Dalam perjalanan pulang sekolah, sesekali kujahili dia. Kucolek atau kuapakan saja sebelum berpisah didepan rumahnya. Lalu dia mengejarku.... Mencubit punggungku dan melepaskannya. Aku berlalu dan kulihat di belakang dia mengepalakan tinjunya kearahku sambil tersenyum. Kejadian semacam itu bisa terulang lagi esok harinya.
Meski kami tidak bertengkar tapi kami semakin tidak banyak bicara.
Kelas kami berseberangan, kami sering melihat melalui jendela. Ketika kami bertemu pandang, kami akan saling membuang muka sambil tersenyum.

Ada beberapa kejadian aneh antara kami.
Ketika SMP dia menggambil fotoku dengan cara mencuri-curi.
Ketika SMA kami makan di kantin yang sama duduk berseberangan dalam satu meja. Kami tidak saling bicara. Dia makan bakso didepanku. Tahukah kamu apa yang dia lakukan? Dia meletakan sebutir bakso kedalam mangkokku dan tanpa bicara sepatah katapun, akupun memakannya seperti tidak terjadi apa-apa.
Pada suatu kesempatan Si A memberi roti padaku, diapun juga tidak berkata apapun dan aku juga tidak mengucapkan sepatah katapun.
Kejadian SMP dan SMA ketika memeriksa / mengkoreksi pekerjaan ulangan sekolah. Para guru suka mengacak antar kelas, tujuannya untuk mengurangi kecurangan. Aku selalu mencari lembar jawaban soal dia untuk kukoreksi. Aku membetulkan pekerjaan dia agar nilainya bagus. Kalau dia menyilang A, jawaban yang betul C, maka aku menggaris 2X jawaban A dan menyilang jawaban C. Dia pasti tahu persis siapa yang mengoreksi pekerjaan itu. Tapi anehnya dia tidak pernah melakukan hal sebaliknya padaku.
Sesuatu hal paling istimewa terjadi..... Kami tidak pernah berbicara satuh patah katapun selama SMA. Benar, kami tidak pernah berbicara sepatah katapun selama SMA.
Ketika kami bertemu di gereja, kami bersalaman tapi tidak mengatakan sepatah katapun.

Beberapa rekan pria, dari satu sekolah maupun luar sekolah mencoba memacari Si A. Tapi mereka tidak berhasil. Konon dia selalu menyebut namaku didepan mereka. Redaksinya seperti apa aku tidak tahu.
Suatu hari ketika sedang duduk didepan rumah. Datang dua orang lelaki mendekatiku. Mereka sok akrab tapi tendensinya seperti cari gara-gara.
Ada pertanyaan "Kamu dengan Si A ada hubungan apa?". Haduh.....
Aku jawab "Kami teman sejak kecil.... Ada masalah?" suaraku kutinggikan untuk menunjukan ketidak sukaanku pada pertanyaanya.

Setelah lulus SMA kami akhirnya berpisah, Dia melanjutkan ke Universitas Sugijapranata Psikologi Semarang, aku melanjutkan ke UNS Ekonomi Surakarta.
Semenjak itu hubungan kami terputus. Terputus artinya kami tidak bisa saling melihat lagi.
Keluargaku pindah dari Cilacap ke Pekalongan dan aku mulai sibuk dengan kuliahku.

Kuliah semester satu aku memiliki pacar. Tapi setelah 3 tahun kami bubar.
Dalam masa jomblo itulah aku bermimpi bertemu Si A.
Dalam mimpiku aku melihat dia menangis dalam hujan, didepan SMA ku bersama anjingnya berwarna hitam. Begitu jelas kulihat air matanya meski hari itu hujan aku yakin dia menangis.

Keajaiban selalu ada.

Bangun dari mimpi aku segera membangunkan temanku Agung.
Kujelaskan tentang mimpi anehku. "Terus kamu mau apa?" ucapnya merasa terganggu.
"Kita ke semarang."
"Kamu gila, ini jam satu pagi." Agung mulai terbangun.
"Aku jalan, kamu ikut ndak?"
"Haduuh.... tunggu aku cuci muka dulu" .
Singkat cerita kami mengendarai honda supercup malam itu ke semarang. Istirahat sejenak di taman Tabanas. Kami mulai mencari alamatnya.
Kami menuju jalan Kendeng. Nama jalan itu kuperoleh sekitar beberapa tahun yang lalu, teman kakaknya semasa SMA bicara tentang kosnya di Semarang. Jadi yang kudengar hanya nama jalan tempat kost kakaknya. Nomer berapa dan gang apa, tidak jelas sama sekali.

Sampai jalan Kendeng jam 5 pagi, Agung pergi ke Mushola untuk Sholat Subuh.
Aku mencoba mencari rumah Si A.
Dengan mengandalkan intuisiku kuketuk sebuah rumah. Yang membuka Si A. Sudah mandi di jam 5 pagi. Sedang memegang sisir. Aku masih ingat kata pertama kami.
Aku bilang "Hi". Aku tidak ingat expesi wajah Si A, dari senyum dibibir, kutahu dia happy.
Si A menjawab "Kamu Tom, ayo masuk".
Lalu kami ngobrol banyak sekali panjang lebar, sementara agung dengan sepeda motor mencar-cari aku ada dimana. Akhirnya ketemu karena jarak Mushola dan cost Si A cuma sekitar 100M.
Setelah ngobrol panjang lebar, sekitar jam 7 kakak Si A bangun. Dia terkejut sekali melihatku... "Kamu sampai sini?" sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Benar-benar aneh.
Kenapa mimpi itu datang. Katanya dia memang melakukan persis seperti mimpi itu beberapa bulan sebelumnya.
Kenapa dia mandi jam 5 pagi. Si A merasa terdorong bangun pagi di hari libur. Mandi dan berdandan, dia sendiri aneh dengan keinginnya dirinya untuk bangun pagi.
Kenapa aku bisa langsung menemukan rumahnya. Aku tudak tahu, aku cuma mengandalkan intuisiku.

Diantara kami, meskipun lama tidak bertemu dan sekitar 6 tahun tidak bicara, tidak ada rasa jengah sama sekali. Bahkan aku dipinjami alat mandinya, karena aku tidak membawa apapun.
Kami berbicara seakan kami biasa bertemu.
Setelah ngobrol panjang lebar, Agung tidur di sofa cost Si A sementara aku dan Si A pergi ke Kampus Universitas Sugijapranata Psikologi. Si A memperkenalkan kampusnya kepadaku.

Sore itu aku pulang. Aku berjanji pada Si A bahwa aku akan menengoknya di lokasi KKN dia Wonosegoro Boyolali.

Beberapa minggu kemudian kami bertemu di Wonosegoro di lokasi KKN, aku mengikuti beberapa kegiatan dan aku menginap semalam disana.
Ada sebuah kejadian lucu di lokasi KKN, Si A minta antar aku menemani mandi. Bukan kamar mandi sebetulnya, hanya sumur dengan penutup anyaman bambu dan pohon yang tidak terlalu rindang.
Aku memegang lampu teplok (lampu minyak) untuk penerangan karena memang belum ada listrik.
Si A mandi dan aku harus membelakanginya agar tidak melihat tubuh telanjangnya.
Setelah itu gantian aku mandi dan Si A gantian memegangi lampu.
Selesai mandi kami berjalan menuju rumah dan ada pembicaraan ini.
"Kamu tadi lihat aku mandi?" tanya Si A.
"Aku membelakangimu biar tidak melihat kamu mandi." jawabku.
"Kenapa?" tanya Si A lagi.
"Kamu pengin aku melihat kamu mandi?" aku balik bertanya.
Lalu Si A mencubitiku sambil mengejar aku masuk kedalam rumah.
Aku duduk dimeja makan bersama teman-teman KKN, diseberang Si A duduk dan melihatku, tersenyum dan mengepalakan tinjunya padaku.
Sama seperti dulu ketika SMP kami sering melakukan hal itu.
Ada udara cemburu ketika kami makan bersama bersama para teman Si A.

Kami memilih yang terbaik.

Setelah beberapa kali bertandang ke Semarang. Kali ini rutenya bukan dari Solo ke Semarang, tapi statusnya mampir dari Pekalongan ke Semarang.
Pada suatu kesempatan kami duduk berhadapan. Kupandangi  wajahnya. Tidak jauh berbeda dengan ketika masa SMA. Saat ini kelihatan lebih dewasa, lebih matang dan lebih cantik.
Seperti diutarakan Agung, Si A cantik sekali. Semuanya dapat nilai bagus, dari fisik sampai kepribadian. Kamu beruntung sekali kalau bisa mendapatkan dia.
Secara obrolan kamipun nyambung. Kimia kami bisa bersatu.
Ketika berjalan bersama, kurasakan kemesraan ketika kami bergandeng tangan atau ketika dia merapat dibahuku sambil bercerita banyak hal, aroma tubuhnyapun bisa merubah duniaku.

Tiba waktunya untuk menentukan arah tujuan, setelah Tuhan kembali mempertemukan kami kembali.
Aku jomblo dan Si A pun demikian. Kami seiman. Orang tua kami saling kenal,
Si A nampak jauh lebih cantik dibanding ketika SMA, secara keseluruhan bagus.
Pagi itu di hutan wisata Penggaron kami berjalan-jalan menikmati suasana dalam diam. Kami berjalan bersama dalam hening. Masih aku ingat suara burung berkicau dan suara alam lain menemani.
Ada beberapa batu besar disana dan kami duduk diatasnya. Menatap jurang dengan kumpulan pohon pinus.
Aku memulai pembicaraan "Semua ini serasa aneh.... Menurutmu kenapa Tuhan memberi kesempatan kepada kita untuk bertemu kembali?"
"Aku tidak tahu pasti, mungkin kita diberi kesempatan menyelesaikan persoalan kita dimasa lalu" Si A mencoba menerangkan maksud pertemuan kami.
Kami diam dalam hening.
Setelah cukup lama diam aku bertanya "Kamu tahu, aku sangat menikmati kebersamaan kita dalam diam dan aku cukup bahagia karenanya?"
"Ya aku tahu."
"Apakah ini cinta?"
Kami kembali terdiam. Suara alam masih menemani dalam keheningan.
"Apakah kamu punya rencana masa depan untuk kita?"
"Kenapa kamu bertanya? Apa aku harus juga menjawab?" Si A malah balik bertanya.
Kami kembali diam. Hening. Sepi hanya suara alam.
Setelah sekitar 10 menit dalam diam kukatakan.
"Ini cinta, dan indah sekali. Kamu setuju?" aku bertanya lagi dan Si A mengangguk.
Kembali kami terdiam. Kali ini mungkin sekitar 20 menit.
"Cinta ini indah dan suci, kita memulai semua dari keluguan dan kesederhanaan. aku merasa kamu menyukaiku ketika aku bukan apa-apa. Seorang anak kecil berkulit hitam. Pendiam. Tidak mengerti apa-apa" Si A berbicara mengutarakan isi hatinya.
"Aku merasa kamu menykukai ku... Sejak dulu. Ketika aku bukan apa-apa. Anak bodoh dan hitam juga."
Hanyut dalam hening.....
"Kita benar-benar hanyut dalam perasaan. Aku  tidak pernah berpikir kamu cantik atau jelak. Siapa kamu kini atau siapa kita dimasa depan.... Tapi aku suka.... Tulus sekali... Bagaiaman caranya kita menjaga ini tetap indah dan suci. ?" tanyaku pada Si A.
Si A diam tidak menjawab pertanyaanku.
Kami kembali diam.
Pergolakan besar merasuk dalam hatiku. Suatu persimpangan dimana aku harus memilih. Apapun pilihanku kuputuskan "aku tidak akan berhenti".
"Kita menjalani hidup kita masing-masing dan mencari belahan jiwa kita, kukira itu bisa menjaga kenangan indah yang pernah kita miliki. Biarlah berbaring disana dan kita tidak mengusiknya demi apapun" aku mencoba memberi usul, kuucapkan dengan mantab, karena kupikir hal ini adalah hal terbaik.
"Kukira benar yang kamu katakan. Cinta kita begitu suci. Biarkan saja berbaring disana dalam ketenangan dan janganlah kita mengusiknya dengan apapun" Si A menyetujui keinginanku.
Aku tidak tahu kekuatan apa yang mendorong kami memutuskan ini.

Sore itu kami kegereja bersama. Baru sekali ini kami duduk berdua di gereja. Dipegang tanganku, aku melihatnya wajahnya sambil tersenyum dan kulihat dia pun tersenyum, tetap sama seperti enam tahun yang lalu.
Kurasakan kasih dari tangannya. Seperti seorang kakak kepada seorang adik, seperti Ibu kepada anaknya. Kurasakan sebuah cinta tanpa keinginan memiliki, sebuah cinta tanpa keinginan menjalani.

Menemukan belahan jiwa.

Dalam perpisahan. Si A berpesan agar menghubungi dirinya, jika suatu hari nanti memiliki persoalan berat dan tidak mampu menyelesaikan.
Begitulah akhir perjalanan kami. Si A akhirnya menikah dengan seorang Perwira Angkatan Darat dikaruniai 5 orang anak. Aku menemukan belahan jiwaku dalam diri Istriku, kami dianugerahi 2 orang anak.
Si A menepati janjinya. Ketika aku memiliki masalah serius aku menelpon Ibunya dan beliau masih mengenali aku. Dia memberikan aku nomer telpon Si A dan aku menelponnya.
"Hi.... ini Thomas" aku berbicara melalui telpon.
"Kenapa istrimu?" keajaiban memang selalu ada, tanpa menjelaskan dia sudah tahu aku mau omong apa.
"Kamu masih mencintai istrimu?" Dia langsung berbicara tanpa aku menjawab pertanyaan sebelumnya.
"Masih" jawabku singkat.
Seperti benar-benar memahami masalahku Si A terus berbicara.
"Good, kamu harus pertahankan dia mati-matian karena itu belahan jiwamu........ Selalu ingat bagaimana kalian bertemu,..... Ingat terus bagaimana kalian membangun pernikahan kalian. Aku baik-baik saja, aku sibuk bolak-balik semarang Jakarta. Aku akan doakan kamu, biar ada kedamaian dalam rumah tanggamu." Si A menasehatiku.


Tuesday, December 9, 2014

BELAJAR MENCINTAI 2

Ketika dirimu mencintai seseorang dan berkata bahwa "cinta memerlukan pengorbanan", saatnya bagimu untuk mengevaluasi diri. Apakah itu cinta atau sekedar bisnis.
Cinta tidak memerlukan pengorbanan. Segala hal dilakukan dengan rela.


Andai kulakukan yang luhur mulia. Jika tanpa kasih cinta, hampa tak berguna.
Hari ini aku bertemu dengan sahabatku. Sebut saja namanya Bulan. Nama yang harus disembunyikan, masalahnya dia cukup dikenal di lingkungan kerja dan lingkungan sosial kami. Seorang pegawai swasta di perusahaan mapan.
Kami pertama kali bertemu saat bersama mendaki puncak Lawu bersama. Seperti dirinya kami adalah seorang solitaire ketika mendaki gunung.
Naik gunung seorang diri, bukanlah hal aman. Tapi aku suka melakukan karena itu terasa menyenangkan dan menantang. Mendaki sendiri, berjalan dalam kesendirian dan merasakan nikmatnya udara dan indahnya gunung.



Bulan seseorang yang memiliki kemampuan rohani yang mengagumkan. Pemahaman akan menusia dan karakternya bisa diandalkan.
Aku tidak tahu bagaimana dia bisa memiliki kemampuan seperti itu. Kemampuan menebaknya seperti bukan permutasi, seperti melihat dalam kabut katanya.
Dulu diawal perkenalan kami, dalam suatu kesempatan pernah aku mengujinya main tebak-tebakan warna hitam dan merah pada kartu remi. Dia menebak hampir 100%, luar biasa. Sementara aku seperti orang lain, mestinya hanya mampu menebak sekitar 50%.
Ketika kutanyakan tentang kemampuan tersebut, dia menjawab "berlatih dan selalu berlatih, aku berlatih sejak SD, kalau sekarang aku menjadi mahir kukira itu wajar".
Wow....
Meski saat ini kemampuan untuk menebak kartu tidak seperti dahulu, kemampuan itu hanya berubah. Saat ini forcasting menjadi bagian dari pekerjaa, selain memutar uang dipasar saham. Aku tahu persis sebabnya kenapa dia tidak sehebat dulu, "tidak pernah berlatih".
Kami pernah berbicara bahwa menebak apa yang tersembunyi didalam hati manusia itu tidak baik. Selain penuh resiko kesalahan, itu tidak sopan karena melanggar privasi orang lain.

Bulan memiliki seorang istri dengan tiga anak, lelaki dan dua perempuan. Istrinya seorang pegawai negeri bekerja di daerah Pacitan.
Dia berencana mengajak pindah anak istrinya ke Jakarta tapi karena suatu hal sampai saat ini niat itu tidak terlaksana.

Bulan hari ini kelihatan kusut dan gelisah.
"Semua baik?" tanyaku membuka percakapan.
"Lumayan" jawabnya singkat.
Kami memang ada janji ngopi hari ini. Seperti hari-hari lalu kami memang hampir setiap bulan bertemu. Sekedar ngopi atau nonton film.
Mungkin karena persamaan hobby dan nasib, kami menjadi sering bertemu di Jakarta sebagai sesama perantauan.
Setelah memanggil pelayan dan memesan pesanan kami, mulailah kami bicara tentang masa lalu.

Rupanya pembicaraan panjang lebar ini tidak banyak merubah kusam wajah hitamnya, seperti ada awan gelap disana.
"Ada apa, kenapa kusut sekali?"
"Biasalah masalah kantor."
"Halah..... Mana ada masalah kantor bisa membuatmu kusut seperti itu" jawabku membantah pernyataanya.

Aku tahu Bulan selingkuh dengan seorang wanita sebut saja namanya Mawar. Kayaknya ndak enak kalau disebut Mawar, biasanya nama ini dipakai untuk korban perkosaan atau korban kekerasan. Kita sebut saja Melati. Nanti dulu, Melati itu berkonotasi putih dan bersih. Bagaimana kalau kita sebut Lili? Haduuuh itu mirip nama temanku, bisa dicakar aku. Okay.... kita sebut saja Mawar.

Ceritanya begini.
Si Mawar ini dulunya punya dua orang pacar. Kalau tidak salah begitu. Kedua pacaranya ini kebetulan tokoh masyarakat. Yang pertama seorang dosen di sebuah universitas terkenal di Jogja. Sebut saja namanya Matahari. Sebelumnya bertemu Matahari sebetulnya Mawar puncar pacar sebut saja namanya Abi (mulai kesulitan mencari nama pengganti). Abi dan Mawar memiliki kisah cinta yang indah. Mereka berdua membangun cinta bersama.
Tapi suatu hari Matahari muncul dan merusak hubungan keduanya. Mawar terpesona, silau oleh indah sinar Matahari. Setelah menginap di beberapa penginapan dan bercinta. Hubungan itu mulai tercium oleh Abi. Tentu saja Abi yang sangat mencintai Mawar berusaha menyelamatkan hubungan mereka. Konon si Abi sampai di tampar oleh Mawar karena merasa terdesak. Singkat kata mereka bubar.
Di tengah jalan hubungan Mawar dan Matahari bubar. Konon katanya si Matahari hanya ingin tidur dengan si Mawar. Sementara konon ceritanya Mawar sex nya buruk. Disisi lain Mawar focus untuk membangun bahtera pernikahan. Ndak nyambung.

Bubar dari si Matahari Mawar patah hati dan hidupnya hancur. Setelah mencoba bunuh diri dan merubah gaya rambutnya, Mawar bertemu si Bulan.
Bulan yang saat itu sedang jatuh karena istrinya terlibat narkoba dan menghamburkan harta yang dengan susah payah mereka cari bersama, akhirnya mereka saling mengisi.
Aku tahu persis cerita ini, karena ketika Bulan jatuh aku juga bersamanya. Menemani dia bicara dan kadang menemani dia tidur.
Aku tahu betapa berat beban yang menimpa Bulan. Dia tidak terlatih untuk menghadapi situasi ini. Ketika ada seseorang datang menemani dan membutanya lebih tenang, itulah Mawar.
Disatu sisi, aku berterima kasih karena Mawar mengurangi bebanku membantu Bulan. Bersama Mawar keadaan Bulan lebih ceria dan kelihatan membaik.
Dibalik itu semua muncul juga kekuatiran dalam hatiku, dan ternyata benar, mereka terlibat terlalu jauh.

Singkat cerita mereka berdua berpacaran. Dilalui bersama hari-hari indah yang mereka jalani. Meski Bulan sadar bahwa ini buruk mereka tetap melanjutkan hubungan.

Suatu hari muncul si Deni (lebih sulit lagi mencari nama pengganti), aku kurang jelas pekerjaan orang ini. Tapi dia memiliki beberapa wanita lain sebelum bertemu si Mawar.
Dengan kepiawainnya sebagai pemburu wanita Deni akhirnya bisa merebut hati Mawar. Dalam suatu perjalanan dinas si Mawar dan Deni bercinta.
Tapi begitulah Mawar, dia tidak mau melepas si Bulan. Dia ingin tetap mendapatkan keduanya.
Tanpa Mawar bicara, Bulan tahu persis bahwa Mawar dan Deni telah bercinta. Mawar tidak mengelak dan mengatakan bahwa dia telah menemukan cintanya.
Setelah mengingatkan tentang keburukan si Deni, tentang suramnya masa depan si Mawar, Bulan menyerah dan pergi meninggalkan Mawar.
Bulan pergi dan Mawar melanjutkan petualangannya dengan si Deni.

Setelah berpisah dengan Mawar, Bulan tampak sedih tapi akhirnya bisa mengatasi dengan cepat. Bulan menjalani kehidupan normal. Dia kembali menjadi orang baik. Karena Bulan memang pada dasarnya pria yang tidak suka aneh-aneh, Pria sederhana yang terjebak masalah pelik.
Beberapa kesempatan kami ngopi kulihat betapa bahagianya dia.
"Aku bahagia karena bisa terlepas dari belenggu dosa..... Aku bisa mencintai istriku dan keluargaku secara utuh, ini benar-benar suatu karunia yang patut disyukuri" demikian salah satu ungkapan dia.

Roda pedati berputar dan selalu mengikuti sapinya.
Deni meninggalkan bulan. Kegagalan memanfaatkan sex sebagai posisi tawar oleh Mawar menjadi alasan Deni meninggalkan Mawar. Selain banyaknya tuntutan Mawar terhadap Deni, membuat dia harus angkat kaki. Mawar ingin diakui exsistensinya dan bagi Deni ini suatu hal yang mustahil.
Sementara wanita lain yang dimiliki Deni memiliki banyak keunggulan dibanding Mawar, bahkan ada seorang wanita secara kecantikan kalau dibandingkan dengan Mawar, seperti membandingkan foto model dengan anak SMA yang belajar bersolek.
Secara body dan harta Mawar kalah jauh, benar-benar tidak punya kekuatan untuk merebut hati si Deni.
Deni yang telah memiliki beberapa wanita sebelumnya dan tidak ditinggalkan meski memiliki hubungan dengan Mawar tentu saja tidak ambil pusing dengan apa yang dirasakan Mawar.
Tidak demikian dengan Mawar. Kekosongan hidupnya membuat dirinya jatuh kebeberapa lelaki iseng. Prediksi Bulan akan masa depan Mawar sebelum dia tinggalkan menjadi nyata.

Dalam kondisi buruk inilah Bulan dan Mawar bertemu lagi.
Bulan yang jatuh iba karena sang penolongnya hidup seperti itu, mencoba mengulurkan tangan.
"Apa maumu?" tanya bulan dalam suatu kesempatan pada Mawar.
"Aku ingin menyelamatkan hubunganku dengan Deni" jawabnya.
Bulan memberi pengertian pada Mawar bahwa Deni memiliki beberapa wanita yang jauh lebih baik dari Mawar.
Tapi karena baiknya si Bulan akhirnya dia bersedia membantu. Bahkan pernah suatu kesempatan mereka mengikuti Deni ke sebuah hotel dimana Deni sedang bercinta dengan seorang wanita.

Setelah kelelahan membuat si Deni kembali jatuh cinta, akhirnya si Mawar menyerah. Dalam sebuah pertemuan, dalam kesedihan Mawar yang mendalam terjadi pembicaraan.
"Aku sudah sembuh, apakah kamu mau sembuh juga?" tanya Bulan pada Mawar. Dengan sesenggukan Mawar menganguk.
Bulan yang tidak tega akhirnya menasehatinya. "Aku mau mendampingi, menemani dan membantumu asal kamu berusaha menjadi wanita lebih baik....... Aku mau membantu kamu mendapatkan seorang suami yang baik bagimu".
Mawar berjanji pada Bulan untuk berusaha menjadi wanita baik dan ada kesepakatan lain, tapi aku lupa. Mungkin menjaga tetap putih atau apa.
Akhirnya dengan kesepakatan baik itu, Bulan dan Mawar kembali menjalin hubungan. Mawar mencoba dengan beberapa lelaki baik, selalu gagal. Kadang gagal karena si Mawar tidak suka tapi ada juga gagal karena si lelaki lari ketakutan, karena si Mawar sangat agresive.

Hubungan Mawar dan Bulan berjalan dengan baik, Mereka saling mengasihi seperti layaknya sepasang kekasih. Kebahagiaan dijalani dalam kesalahan.
Mereka saling tolong menolong dan saling mengisi kekosongan hati mereka.
Banyak hal mereka lalui bersama. Melakukan pekerjaan bersama, benar-benar pasangan yang serasi. begitu sayangnya si Bulan pada si Mawar sampai Bulan mau berepot-repot membantu Mawar mendapatkan suaminya.
"Aku pernah dalam suatu meeting harus pergi ke ATM, Mawar butuh uang dalam usahanya mendapatkan suami, jadi kutinggalkan meeting dan pergi ke ATM" adalah satu ungkapan keseriusan dan ketulusan Bulan membantu Mawar mendapatkan suami.

Sadar bahwa mereka memulai lagi kehidupan berdosa dan berbahaya.
"Aku tidak tega melihat penolongku jatuh terpuruk, sementara aku semakin baik dan berkibar.... Aku ingin dia semakin mulia dihadapan Tuhan dan manusia" ungkap Bulan dalam suatu kesempatan.
Dalam hal ini, Bulan kuakui memang memiliki kesetiaan yang luar biasa. Aku tahu ajaran-ajaran yang membuatnya seperti itu seperti ungkapan "Hutang paling berat untuk dilunasi adalah hutang budi".

Begitulah kisah kasih mereka. Meski mereka menjalani hal terlarang terlihat nampak indah.

Waktu berlalu dan Mawar belum juga menemukan penolong yang sepadan baginya.
Dalam suatu perjalanan ke Jogja Mawar tergoda untuk bercinta dengan Mintarja (sebut saja begitu) dan mereka bercinta dengan membabi buta.
Pada kejadian kali ini Bulan tidak menaruh curiga sama sekali. Seperti saya bilang diatas, Bulan sudah tidak pernah melatih rohaninya. Mungkin karena kesibukan kantor.
Petualangan Mawar tidak berhenti sampai disitu. Entah karena godaan dunia begitu kuat Mawar juga bercinta dengan Capung (bingung cari nama). Siapa dia aku juga tidak tahu. Tapi katanya lelaki tampan yang mempesona banyak wanita.
Mawar yang kini telah menjadi wanita matang. Dengan kehidupan ekonomi lebih baik dan kemampuan sex bertambah, akhirnya menjalani kehidupan yang aneh.
Konon si Deni juga mulai memasuki kehidupan si Mawar.
Dalam perjalanan ke Jakarta, si Mintarja juga bercinta dengan si Mawar. Konon mereka bercinta di rumah ayahnya dan sang ayah ada di kamar sebelah.

Ajarilah kami bahasa cintamu. 
Kami terdiam setelah aku mencoba memahami apa yang terjadi.
"Kenapa Mawar berlaku seperti itu?" tanyaku memecah kesepian.
Masih dalam keheningan.
"Aku salah menilai dia, kukira sesutau yang baik. Ternyata cuma manusia mesum dengan kecerdasan tinggi..... Perilakunya benar-benar brengsek. Lebih brengsek dari seorang lxxte..." emosi bulan naik dengan cepat.
"Ssssst..... ssst... itu bukan bahasamu... Kalau kamu tidak bisa memilih kosa kata yang baik, kita hentikan pembicarran ini" aku mencoba menenangkan Bulan.
"Lxxte lebih mulia dari dia.... Kamu ingat si Ratna... Dia menjual tubuhnya agar bisa kuliah.... Agar bisa tetap hidup.... Dia membiayai banyak anak yatim.... Dia mengirim banyak uang ke orang tuanya... Mawar berzinah hanya untuk fun..... Shit.... Shit..." Bulan ngomong ndak karuan sambil menggelang-gelengkan kepalanya.
Kutunggu suasana agak dingin. Kuambil kopiku dan memulai minum.
"Haduh.... gimana ini. Dialihkan pembicaran atau dikeluarkan saja biar cepat selesai..." aku berbicara sendiri dalam hati.
"Bulan.... kita ngobrol lainnya saja ya..... Bahasamu ndak pantas lewat dimulutmu.... Tapi kalau ada sesuatu yang ingin kamu ungkapkan.... Makian atau apapun.... Aku akan mendengarnya.... Yang penting kamu lega...." aku mencoba menenangkan Bulan.
Diam seribua bahasa.... Kulihat titik air mata mulai mengalir dimatanya.
Kubiarkan Bulan bergulat bertarung dengan semua perasaan tanpa keinginana untuk mencampuri. Kubirkana keheningan menyelimuti kami.
Setelah cukup lama kutanyakan.... "Apa yang kamu rasakan?"
"Aku kecewa sekali. Usaha kerasku untuk membuatnya baik sia-sia.... Aku kecewa sekali dia tidak mendengar apa kataku...." bulan bicara dengan terbata.
Ada kesedihan muncul dalam sudut hatiku. Kupegang tangan Bulan.
"Apa lagi yang kamu rasakan?" aku meminta Bulan mengeluarkan semua bebannya.
"Hhhhhhh.... ya kukira itu....." akhirnya Bulan menyahut.
"Kamu ingat.... Si Ratna kawin dengan seorang ahli bedah?" aku mencoba sedikit membelokan pembicaran agar Bulan tidak terlalu larut.
"Ya jelas ingat... Aku bertemu dengannya setahun lalu. Dia sekeluarga sedang berlibur di Bali.... Aku lihat status di facebook Ratna dan kutelpon karena kebetulan aku juga di Bali... Kami makan bersama. Aku anak-anak dan Ratna sekeluarga" Bulan bercerita sambil mengingat-ingat.
"Good... aku juga sudah tahu cerita itu.... Aku cuma mau omong.... Ratna bisa berubah jadi orang baik.... Maksudku Ratna bisa berbahagia.... Mawar suatu hari mestinya juga bisa khan?" Aku akhiri dengan pertanyaan.
Bulan mengangguk....
"Tahukah kamu..... bahwa yang kalian berdua lakukan, juga hal yang sama buruknya?" aku menambahi penyataanku.
Bulan kembali mengangguk.
"Apakah Mawar sudah kau nasehati?"
"Sudah.... Bahkan dari awal. Sebelum semua memburuk. Dia menyangkal. Dia berpikir aku bodoh. Aku tahu persis dia bohong. Tapi dia kukuh dengan kebohongannya."
"Mawar tidak malu dengan apa yang dia lakukan?"
"Tidak sama sekali.... Bahkan dia selalu yakinkan aku,,,, Apa yang dia lakukan adalah hal baik. Aku juga heran kenapa dia tidak jijik... Aku saja yang tidak telibat langsung begitu jijik."
"Kenapa Mawar ndak pamitan dulu secara baik-baik sebelum memutuskan untuk berhubungan dengan mereka?"
"Mawar kukira ingin mendapatkan semua..... hehhh."
"Apa lagi yang ingin kamu katakan?"
"Mendampinginya sampai saat ini.... Seperti mempersenjatai iblis untuk merusak dunia...."
"Bicaramu banyak ngawur.... Kasar juga..... Kuharap kamu sekarang lebih tenang setelah ada seseorang mendengarmu."
Bulan menyalakan sebatang rokok dan menghirupnya dalam-dalam. Dihembuskan kuat-kuat seperti hendak membuang semua masalah dalam pikirannya.
"Kita bicara lainnya.... Supaya kamu tidak terlalu larut dalam kesedihan.. Aku mau kamu jauhi Mawar..... Aku mau kamu istirahat.... berliburlah.... kamu sudah lama tidak liburan.... Setelah kamu berlibur.... Khabari aku.... kita selesaikan masalah Mawar.... Yang penting kamu tenang" aku mencoba memberi solusi.
Kami melanjutkan pembicaraan kesana kemari. Setelah larut dan kami hendak berpisah.
Kukatakan sesuatu kepada Bulan di tempat Parkir, "Jauhi Mawar.... Tidak usah telpon atau SMS... Jangan berusaha melakukan sesuatu selain beristirahat. Kalau kamu langgar ,hasilnya hanya akan memperburuk dirimu dan Mawar..." aku mencoba menasehati.
"Terima kasih.... mau menemani...." kami melambaikan tangan dan berpisah.

CInta itu lemah lembut. sabar, sederhana, murah hati, rela menderita.
Kira-kira tiga minggu. Aku dan Bulan kembali bertemu. Wajahnya masih suram, belum banyak berubah, meski dia lebih tenang.
"Bagaimana liburanmu?" aku membuka pembicaraan.
"Menyenangkan, aku ke Manado, menengok seorang teman dan berlibur...." Bulan bercerita panjang lebar.

Setelah Bulan lelah bercerita.
"Masalah Mawar masih mengganggumu?" tanyaku memulai pembicaraan.
"Masihlah.... Cuma berkurang... Kayak belum rela...."
"Aku yakin bukan hal mudah mencabut akar pahit dalam hatimu.... Tapi percayalah kamu akan bisa mecabutnya. Kamu akan melalui ini semua dengan baik. Kamu dan Mawar akhirnya jadi orang baik..." aku memberi penjelasan.
"Semoga...."
"Bagaimana kamu bisa tahu cerita itu semua?"
"Begitu alarm bahaya berbunyi, aku segera melatih rohaniku. Itu semua kesimpulanku" jawabnya mantab.
"Haduh..... Bahaya apa?"
"Bahaya buat Mawar kalau dia jatuh lagi"
Aku menggeleng-gelengkana kepalaku......
"Aku kurang sepaham dengan pernyataanmu. Apa yang bahaya? ..... Menurutku egomu yang dalam bahaya, bukan si Mawar. Kita pernah berbicara, tidak melakukan hal semacam itu lagi khan" aku mencoba mengingatkan suatu hal pada Bulan.
"Bukannya kita pernah bicara tentang penghormatan misteri orang lain?...................... Tiap orang berhak untuk menyembunyikan sesuatu,,,,,,,, karena kita tahu, setelah misteri orang itu terkuak kita kehilangan sesuatu pada orang tersebut? Bukannya kita juga sepakati itu tidak baik?..... Kalau orang itu ingin menyembunyikan sesuatu... biarkan saja..... Kita harus menghormatinya. Begiu pula sebaliknya kalau orang itu ingin berbagi misterinya kepada kita.... Kita harus pula menghormatinya. Apa yang salah padamu?" Kuakhiri ceramah tu dengan kalimat tanya yang perlu dia jawab. Aku kurang senang dengan pernyataan Bulan.
"Aku merasa dibohongi.... Aku rela bergelut dosa dengan dia.... tapi akhirnya hanya kegagalan yang kudapat. Kesia-siaan....." Bulan mencoba membela diri.
"Ya... Itu bisa kumaklumi dan kupahami. Tapi kamu tahu itu salah? Tahu salah.....  bahwa kamu telah terlalu jauh mencampuri privasi orang lain. Siapa dia? Dia bukan apa-apamu. Dia punya hak yang sama seperti orang lain. Sesalah apapun dia... Segala hak yang ada padanya tetap harus kita hormati..... Kamu tahu kamu salah?" Aku bertanya mendesak.
Setelah diam sesaat Bulan menjawab "Ya aku salah....".
Kami larut dalam diam.

Kuhirup kopiku. Rasanya kurang enak. Mungkin karena aku mendengar omongan Bulan yang ngawur. Tapi bagaimanapun aku bisa memahami perasaanya. Kekecewaanya.
"Kukira banyak ruang kosong dalam dirinya, dia mencoba mengisinya...... Sikapnya yang kurang dewasa karena tidak mau bertanggung jawab dengan keputusannya.... Tapi dari semua... kukira ada sesuatu yang buruk sedang bekerja padanya" Bulan memulai lagi pembicaraan.
"Sesuatu yang buruk?"
"Si jahat sedang bekerja" jawabnya singkat.
"Kamu yakin soal itu?"
"Aku tidak yakin....." Jawabnya lirih.
"Aku tidak yakin.... Kamu tahu... Aku tidak suka berurusan dengan hal semacam ini. Kurasakan saja ada rencana-rencana jahat ada dalam dirinya. Ada kehendak jahat disana. Tapi khabur..... Mungkin aku salah. Emosiku sedang labil dan aku sudah lama tidak melakukan hal ini.....  Aku merasakan dan melihat buahnya buruk.... itu saja" Bulan memberi penjelasan panjang.
"Apakah tidak sebaiknya kamu coret saja pendapatmu tentang si jahat sedang bekerja.... Pertama kamu tidak yakin..... kedua ini manusia bukan kartu..." aku mencoba mempertegas situasi keraguan.
"Aku merasakannya....." bulan mencoba memintaku berpikir ulang.
"Sudahlah..... Kita coret saja. Cuma akan memperumit situasi, menjauhkanmu dari penyelesaian masalahmu" aku mempertegas keraguannya.

Setelah kupahami situasinya, aku bertanya lirih pada Bulan "Apa rencanamu?"
"Haduuuh.... bingung aku" jawabnya sambil menggelengkan kepala.
Kupegang bahunya "Friend.... Dulu aku pernah menasehati, kalau mau makan sate, ndak usah memelihara kambing, beli saja di pojok, habis perkara".
"Ngomong apa sih.... Siapa yang mau makan sate? Aku sayang sama dia...."
"Iya... aku tahu" jawabku singkat dan lirih.

Kami berdua hanyut dalam keheningan.
"Apa idemu Mas?" Bulan bertanya setelah cukup lama kami terdiam.
"Aku mengenalmu..... Seperti pernah kamu katakan, niat awalmu baik, sekarang situasi memburuk bagi Mawar dan dimataku.... Buruk juga buatmu" aku mencoba memperjelas situasi.
Setelah terdiam agak lama. "Kamu masih sayang dia?"
"Masih....." jawaban Bulan singkat dan mantab.
"Haduuuuh.... aku sudah tahu persis kamu akan jawab gitu" aku mulai memutar otak.
Setelah agak lama terdiam, aku mulai pembicaraan.
"Friend..... Aku tahu niatmu baik. Aku tahu kamu orang baik. Untuk saat ini, dengar nasehatku" aku memandang tajam kearah Bulan.
Setelah diam sesaat kukatakan "Kalian pernah berpisah, kamu dan Mawar bahagia menjalani kehidupan masing-masing, meski akhirnya Mawar terpuruk".
Aku menambahi "Kadang kamu harus berpikir, seperti kupu-kupu yang keluar dari kepompongnya, lalu kamu membantu dengan menggunting ujung selubung itu agar sang kupu lebih mudah keluar.... ingat cerita yang pernah kamu berikan padaku?" Bulan nampak mengangguk memahami maksudku.
"Akankah kamu memotong kepompong si Mawar.....?" aku bertanya lagi.
"Apakah campur tangamu akan membuatnya lebih baik atau lebih buruk?" aku menambahi petanyaan yang sebetulnya aku tahu persis dia akan menjawab apa.
"Aku tahu kamu memahami semua.... Kebijaksanaanmu lebih dari cukup untuk memutuskan apa yang terbaik bagimu....... aku cuma memposisikan diri sebagai temanmu. Aku memberi pandangan dari sudut berbeda, apa yang baik bagi Mawar. Apa yang mestinya Mawar terima dalam situasi seperti ini" Bulan mengangguk.
"Kupikir.... Di sebuah titik dia akan merasa bersalah dan meminta maaf. Lalu kami menjalani kehidupan yang berbeda. Maksudku sebagai teman, sebagai sahabat. Aku yakin di lubuk hatinya terdalam dia merasa bersalah. Andaikata saat ini dia tidak merasa bersalah, suatu hari aku yakin dia akan merasa bersalah..... Rasanya berat.... ketika dia merasa bersalah atau jatuh lagi.... Aku tidak bisa menemani. Rasanya berat meninggalkan seorang sahabat dadalam kesulitan. Sejelek apapun dia, aku tetap temannya. Seburuk apapun dia rasanya tidak pantas aku meninggalkannya".
"Kamu tidak percaya persahabatan setelah cinta Lan."
"Ya... Aku tidak percaya persahabatan setelah cinta.... Tapi sepertinya aku ingin membuat pengecualian dalam hal ini."
"Aku tahu kamu menyayangi dia.... Membiarkan dia adalah sebuah proses terbaik.... kukira itu jawaban paling kamu inginkan.... sebuah jawaban yang membahagiakan Mawar" aku berusaha meyakinkan Bulan.
"Tinggalkan dia..... biarakan dia bertumbuh.... alam punya kebijakannya sendiri. Biarkan dia mengalami kesakitan untuk keluar dari kepompongnya. Karena kalau kamu membantunya, akan membuatnya tidak bisa terbang. Kamu akan membuat Mawar tidak bisa bangkit lagi?" aku menambahi.

Andaiakan kudermakan semua miliku, hanya kasihmu sanggup membahagiakan.
Satu setengah bulan setelah perrtemuan terakhir. Aku dan Bulan bertemu lagi di sebuah cafe di daerah Senopati.
Wajah Bulan tampak bersinar dan senyum bahagia nampak dari wajahnya.
Bulan banyak berubah, khabar terakhir dia berhenti bekerja. Berlibur dan naik gunung. Manusia satu ini memang seperti tidak terikat sama sekali dengan dunia. Dulu dia kehilangan uang sangat banyak dan dia hanya tersenyum. Tapi ditinggal selingkuhannya berselingkuh dengan orang lain, kayak orang kehilangan akal. Tapi aku percaya itu bukan dia.
"Kamu makin ceria saja.... habis makan sate dimana?" sapaku pada Bulan.
"Lumayan saja" jawabnya sambil tertawa.
Setelah memesan kopi dan berbicara kesana kemari.
"Mawar bagaimana khabarnya?" tanyaku untuk memastikan semua baik.
"Aku tidak tahu.... Terakhir ku sms untuk bertanya, andaikata dia butuh bantuan atau sesuatu. Tapi yang aku tangkap dia tidak mau bertemu lagi denganku.... Padahal kupikir aku seseorang untuk dia.... kukira layak bagi kami untuk berpisah secara baik-baik, saling bersalaman bermaafan" Bulan berhenti agak lama.
"Mungkin tidak perlu atau mungkin dia sedang sibuk dengan..... sudahlah...." Bulan kembali berhenti.
"Kamu tahu.... aku masih sayang sama dia.... berharap yang terbaik untuk dia.... jadi seperti kita bicarakan kemarin.... Biarkan saja dia" jawaban mantab sambil tersenyum.
"Kumaafkan segala hal dia lakukan. Sesakit apapun yang kurasakan.... Aku yakin Mawar mengalami kesakitan yang sama. Sesedih apapun aku.... Aku yakin Mawar lebih sedih."
"Friend.... aku selalu percaya padamu..... Kalau semua orang di dunia mengatakan kamu buruk.. biarlah kukatakan kamu lelaki idolaku" kujawab sambil tersenyum.
"Kamu benar-benar Bulan yang aku kenal...."

"Kenapa keluar kerja?" tanyaku singkat tentang pekerjaannya.
"Mau istirahat dulu yang pertama.... Mawar menjadi salah satu sebab juga, artinya aku ingin istirahat sejanak. Mereposisi diri. Berkumpul dengan keluargaku.... Melakukan hal-hal yang kusenangi yang tidak bisa kulakukan ketika aku bekerja" Bulan menjelaskan alasannya.

Kami berbicara panjang lebar sampai larut. Panjang lebar. Kesana kemari dan semua sangat menyenangkan. Bulan benar-benar menikmati hidup tanpa pekerjaan. Tidak ingin pulang cepat apalagi berpikir bangun pagi.

Di mobil aku merenung dan mencoba belajar dari pengalaman Bulan.
Meski kisah kasih mereka terlarang, kukagumi kesetian Bulan. Tekadnya yang kuat. Usahanya yang sungguh-sungguh untuk kebaikan Mawar.
Meski dia dikianati untuk kesekian kalinya, dia masih berpikir tentang apa yang terbaik untuk Mawar.
Bulan punya banyak alasan untuk meninggalkan Mawar. Andai yang dicari Bulan adalah wajah cantik dan body bagus, pastilah hidupnya lebih bahagia dan sederhana. Tapi andai itu yang dicari, kukira Mawar tidak akan masuk hitungannya.
Mereka memang dipertemukan oleh Tuhan untuk belajar bersama tentang hidup. Sebuah pelajaran hidup tidak selalu manis.
Mereka dua manusia berbeda, Bulan begitu memuja cinta dan menyukai romatisme. Sementara Mawar benar-benar berbeda.

Sebelum aku tidur, kudoakan Salam Maria 1X untuk Bulan dan 1X untuk Mawar..........

https://www.youtube.com/watch?v=h0KnZLXWPpA

HARUS KUAT

Kalian harus kuat. Agar kamu bisa menolong dirimu sendiri. Membantu orang lain yang membutuhkan. Hiduplah sederhana karena kalian memil...